Kasus itu menambah panjang daftar kasus serupa yang melibatkan anggota DPR. Pada Desember 2006 lalu, Yahya Zaini terlibat kasus video mesum dengan pedangdut Maria Eva. Lalu pada 2008 muncul lagi kasus foto syur Max Moein yang kemudian dibantahnya. Lalu tak lama Max dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap sekretaris pribadinya Desy Firdiyanti. Max pun dipecat oleh BK DPR. Berikutnya, Arifinto ketahuan membuka situs porno saat sidang paripurna di DPR. Dia pun akhirnya mengundurkan diri dari keanggotaan DPR (lihat, republika, 14/5). Sangat boleh jadi masih banyak kasus-kasus serupa yang tidak terungkap.
Selain berbagai skandal seks, wajah DPR juga tercoreng oleh ulah anggotanya yang mabuk-mabukan. Sebagaimana banyak diberitakan, salah seorang anggota DPR Komisi VI diduga mabuk-mabukan di klab malam. Menanggapi hal itu anggota BK Nudirman Munir mengatakan, mabuk-mabukkan memang pelanggaran umum dan di BK sendiri tidak ada yang mengatur tentang minuman keras untuk anggota dewan. Hal ini karena meminum minuman keras tak melanggar peraturan. Nudirman mengatakan, “Kalau mabuk ada sanksinya jika dia juga mengganggu kepentingan umum”. (lihat, inilah.com, 10/5).
Semua itu dan berbagai kasus lainnya, menunjukkan DPR telah mengalami kebangkrutan moral. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan DPR telah mengalami kebangkrutan kepercayaan dan kebangkrutan legitimasi. Begitu parah hal itu, sehingga nyaris tak tersisa harapan di DPR. Mediaindonesia.com (11/4/2011) sampai menulis, “Anggaplah DPR yang sekarang ini koma, pingsan berat, akibat keracunan bermacam-macam kelakuan jorok. Kiranya untuk sementara negara ini lebih baik berjalan tanpa DPR yang dekaden itu.
Demokrasi dan liberalisme Sebab Mendasarnya
Sebab mendasar dari semua kebobrokan itu adalah diterapkannya sekulerisme kapitalisme demokrasi. Salah satu esensi mendasar demokrasi adalah kedaulatan menjadi milik rakyat. Rakyatlah yang berhak untuk menetapkan hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat. Prakteknya kemudian dilakukan oleh sekelompok orang yang disebut wakil rakyat yang dipilih rakyat. Hal itu dasari oleh akidah sekulerisme yang mengajarkan agama harus dipisahkan dari pengaturan masyarakat. Akhirnya tidak ada standar baku tentang benar salah. Semuanya dikembalian kepada manusia dan kesepakatan diantara manusia. Disitulah lahir peraturan-peraturan yang sarat dengan kepentingan. Disamping, peraturan itu sendiri tidak baku bisa berubah mengikuti kehendak (wakil) rakyat.
Karena pemilik kedaulatan adalah manusia maka manusia memiliki kebebasan dalam segala hal. Kebebasan itu tidak boleh dilanggar dan harus dijamin keberadaan dan pengekspresiannya. Paham kebebasan (liberalisme) yang menjadi salah satu pilar sistem sekuler demokrasi menjadikan pengaturan urusan manusia harus menjamin kebebasan manusia. Peraturan dan kebijakan politik yang dikeluarkan tidak boleh melanggar kebebasan ini. Lahirlah peraturan dan kebijakan yang bersifat permisif.
Selain itu dalam sistem sekuler demokrasi, aturan akhirnya menjadi semacam solusi kompromi atas persoalan yang ada dengan tetap menjamin kebebasan dasar yang dimiliki setiap orang (kebebasan berkeyakinan, berpendapat, berperilaku dan kepemilikan). Maka lahirlah peraturan yang menjamin dan memperbolehkan semua ekspresi kebebasan dengan batasan asal tidak melanggar kebebasan orang lain dan asal tidak mengganggu kepentingan umum. Dalam sistem sekuler demokrasi seperti ini, setiap orang boleh mengekspresikan hasrat seksualnya dengan siapa pun dengan cara apa pun selama suka sama suka dan tidak merugikan pihak lain. Dan itulah yang dilegalkan dalam sistem hukum yang ada. Selama tidak ada yang merasa dirugikan maka selingkuh dan skandal seks, tidak bisa diproses hukum. Disitulah rahasianya kenapa kasus-kasus skandal seks dan selingkuh yang melibatkan anggota DPR, para pejabat dan pegawai banyak yang tidak bisa diproses dan akhirnya menguap begitu saja seperti beberapa skandal yang disebutkan sebelumnya. Paradigma yang sama jugalah yang memunculkan aturan dan anggapan bahwa minum miras itu boleh dan tidak bisa disanksi kecuali jika mengganggu kepentingan umum seperti yang disampaikan oleh salah seorang anggota BK DPR di atas dalam menyikapi dugaan bahwa salah seorang anggota DPR mabuk-mabukan.
Penetrasi sekulerisme demokrasi dengan pilar kebebasannya tampaknya makin dalam masuk ke masyarakat. Hal itu diindikasikan oleh adanya berbagai kasus serupa yang terjadi di DPR dan kasus amoral lain juga sering diungkap oleh media massa dilakukan oleh pejabat, pegawai dan masyarakat umum. Hal itu berdampak masyarakat menjadi makin permisif. Sejumlah pejabat daerah atau tokoh yang pernah melakukan tindakan amoral seperti berzina, preman, terkena narkoba, terlibat korupsi, dsb pun tetap bisa mencalonkan diri dan dicalonkan oleh parpol. Ironisnya mereka pun tetap dipilih oleh rakyat. Contohnya pasangan cabup dan cawabup yang foto seronok keduanya beredar sejak mencalonkan diri pun tetap bisa terpilih menjadi bupati dan wabup Pekalongan pada pilkada 2006 lalu. Ini bukti moralitas masyarakat yang kian tergerus
.
Solusinya adalah Penerapan Syariah Islam
Kondisi seperti itu tentu tidak bisa dibiarkan terus berlanjut jika kita menginginkan eksistensi masyarakat dengan segala atribut kemanusiaannya masih terjaga. Selama sistem sekuler demokrasi dengan paham kebebasan (liberalisme)nya tetap dipertahankan maka kasus-kasus itu akan terus terjadi dan makin menggila. Tentu yang terancam pada akhirnya adalah masyarakat secara keseluruhan. Karena itu untuk mengakhiri semua kasus itu langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghentikan penerapan sekulerisme demokrasi dengan paham liberlaismenya itu
.
Langkah selanjutnya adalah dengan mengatur masyarakat menggunakan aturan yang diberikan oleh Allah SWT yaitu syariah Islam. Syariah Islam akan merealisasikan kerahmatan untuk semua (QS al-Anbiya’: 107). Syariah Islam juga Allah jamin akan memberikan kehidupan bagi semua (QS al-Anfal:24)
.
Sebagai contoh tentang masalah kebejatan moral khususnya masalah seksual seperti yang sedang terjadi saat ini, Syariah Islam melarang dengan tegas untuk sekadar mendekati zina (QS al-Isra’: 32), apalagi berzina yaitu berhubungan seksual di luar ikatan pernikahan yang sah. Dalam pandangan Islam ini adalah dosa yang sangat besar.
Lebih dari itu, kebejatan itu dan juga pornografi dan pornoaksi jika dibiarkan akan mengundang datangnya bencana bagi masyarakat. Rasul saw mengingatkan:
« … لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي
قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوْا بِهَا إِلاَّ فَشَا فِيْهِمْ الطَّاعُوْنُ
وَاْلأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلاَفِهِمْ الَّذِيْنَ
مَضَوْا …»
Karena itu Islam memberikan sanksi hukuman yang keras bagi pelaku zina. Pelaku zina yang terbukti secara syar’i, jika belum pernah menikah (ghayr muhshan) sanksinya dijilid (dicambuk) seratus kali. Sedang pelaku yang sudah pernah menikah (muhshan) maka sanksinya adalah dirajam hingga mati. Adapun orang yang mendekati zina termasuk melakukan pornografi dan pornoaksi maka sanksinya dalah sanksi ta’zir yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ijtihad qadhi. Dengan begitu, masyarakat akan terlindungi
.
Namun realisasi hal itu mengharuskan penerapan hukum tersebut dan syariah Islam secara total dan formal oleh negara. Di situlah pentingnya negara dan kekuasaan yang menerapkan syariah. Dan itulah yang diminta oleh Rasul saw seperti yang dinyatakan di dalam al-Quran:
]وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا[
.
Imam Ibn Katsir dalam Tafsîr Ibn Katsîr mengatakan, Qatadah ra. berkata, “bahwa Nabi saw. tahu, beliau tidak mampu menerapkan dan mengemban Islam kecuali dengan kekuasaan. Karena itulah, beliau memohon kepada Allah SWT kekuasaan yang menolong (sulthân[an] nashîrâ) untuk Kitabullah, hudud Allah, berbagai kewajiban dari Allah, dan menegakkan agama-Nya.” Ibn Katsir juga berkata: ” di dalam hadits “Sesungguhnya Allah mencegah dengan kekuasaan (sulthân) apa saja yang tidak bisa dicegah dengan al-Quran.” Yakni, dengan kekuasaan Allah mencegah dilakukannya berbagai perbuatan keji dan dosa, mencegah manusia dari perbuatan mungkar yang sering tidak bisa dicegah dengan al-Quran yang berisi ancaman yang keras. Dan ini adalah fakta”
.
Wahai Kaum Muslimin
Untuk menyelamatkan masyarakat dari kerusakan dan kebejatan moral, sistem sekulerisme demokrasi harus segera ditinggalkan. Sebaliknya, penerapan syariah Islam secara total harus sesegera mungkin direalisasikan. Karenanya saatnya sekarang kita perjuangkan dengan penuh kesungguhan penerapan syariah secara total dalam bingkai Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar
Penyelewengan anggaan perjalanan dinas sebesar 30-40 persen dari biaya perjalanan dinas Rp 18 triliun selama setahun merupakan indikasi perampokan uang rakyat. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan mengindikasikan bahwa perampokan uang rakyat terjadi merata di semua instansi pemerintah (kompas.15/5).
- Itu baru perampokan uang rakyat melalui anggaran perjalanan dinas. Peramokan yang sama sangat mungkin juga terjadi pada anggaran lain yang lebih besar.
- Sistem demokrasi yang mahal biaya membuat politisi dan penguasa melakukan segala cara untuk balik modal dan mendapat untung, termasuk dengan melakukan korupsi, manipulasi dan kecurangan lainnya. Para pegawai akhirnya menirunya. Akibatnya korupsi merata di mana-mana.
- Selamatkan uang rakyat dari perampokan dengan jalan menerapkan syariah Islam secara total dalam bingkai Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar