Keputusan itu dipersepsikan sebagai penolakan atas kenaikan harga BBM. Sesuai ayat 6a itu, harga BBM per 1 April tidak naik. Bagaimana awal Mei, Juni, Juli dan seterusnya nanti?
Bukan Menolak, Tapi Menyetujui Kenaikan Harga BBM
Masyarakat harus paham bahwa kenaikan harga BBM bukan dibatalkan. Kenaikan harga BBM itu hanya ditunda. Betul pada 1 April lalu, harga BBM tidak bisa dinaikkan. Tapi awal Mei, atau awal Juni dan seterusnya, harga BBM boleh dan sah dinaikkan oleh pemerintah jika syarat di pasal 7 ayat 6a UU APBN-P 2012 terpenuhi.
Di dalam UU APBN-P 2012 yang diputuskan oleh DPR itu dinyatakan pasal 7 ayat 6: harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Ayat 6.a : Dalam hal harga rata-rata minyak Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15 persen dalam 6 bulan terakhir dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-P Tahun Anggaran 2012, pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung.
Dalam UU APBN-P 2012 itu, DPR dan pemerintah menetapkan asumsi harga minyak (Indonesia Crude Price/ICP) baru sebesar US$ 105 perbarel dari sebelumnya US$ 90 per barel di APBN 2012. Ayat 6a itu mengamanatkan, jika rata-rata ICP enam bulan terakhir lebih tinggi atau lebih rendah 15%, dari harga minyak yang diasumsikan yaitu USD 105 perbarel, pemerintah bisa menaikkan atau menurunkan harga BBM subsidi. Artinya jika rata-rata ICP enam bulan terakhir minimal USD 120,75 maka harga BBM boleh dan sah langsung dinaikkan sesuai keinginan pemerintah.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, nilai rata-rata ICP untuk enam bulan ke belakang rinciannya adalah, ICP Oktober 2011 US$ 109,25 per barel, November 2011 US$ 112,94, Desember 2011 US$ 110,70, Januari 2012 US$ 115,90 per barel, Februari 2012 US$ 122,17 per barel, dan Maret 2012 US$ 128 per barel. Maka, rata-rata ICP enam bulan ke belakang per 1 April adalah US$ 116,49 per barel, artinya kenaikan rata-rata ICP masih 10,94% dari ICP asumsi di APBN-P 2012 sebesar US$ 105 per barel. Sehingga harga BBM tidak bisa naik pada 1 April 2012 seperti yang direncanakan pemerintah.
Tidak dinaikkannya harga BBM pada 1 April lalu itu tidak final, tetapi hanya sementara. Wamen ESDM Widjajono Partowidagdo seperti dikutip kompas.com (31/3/2102) mengatakan: “Pokoknya asal enam bulan, dari mana saja. Kalau sekarang enggak mungkin. Enam bulan sekarang belum mencapai 15 persen. Kalau Mei enam bulan ke belakangnya sudah 15 persen (harga BBM) naik. Mei juga bisa naik. Kalau jeblok harga minyaknya, ya langsung (naik)”.
Pada 1 Mei nanti, jika rata-rata ICP enam bulan ke belakangnya sudah USD 120,75 perbarel, maka harga BBM akan dinaikkan. Artinya jika rata-rata ICP pada April ini mencapai USD 134,64 perbarel maka pada 1 Mei nanti harga BBM langsung dinaikkan. Jika melihat rata-rata ICP pada bulan Maret yang mencapai USD 128 perbarel, bukan tidak mungkin harga minyak dunia akan terus naik sebab ketegangan di Timur Tengah masih terus terjadi, krisis Suriah belum juga mereda, ketegangan tentang Iran dan selat Hormuz juga masih ada. Bakan menurut berita terakhir, sinyal perekonomian Amerika Serikat yang tumbuh juga turut menaikkan harga minyak dunia (lihat, bisniskeuangan.kompas.com, 3/4).
Jika angka rata-rata ICP April kurang dari USD 134,64 perbarel, harga BBM per 1 Mei tidak naik. Tapi itu juga hanya sementara. Jika rata-rata ICP pada April dan Mei bertahan seperti rata-rata ICP Maret pada angka USD 128 perbarel, maka rata-rata ICP enam bulan ke belakang per 1 Juni (Desember, Januari, Februari, Maret, April ,Mei) akan mencapai USD 122,13 artinya lebih tinggi 16,3 % dari ICP yang diasumsikan di APBN-P. Jika itu terjadi maka harga BBM pada 1 Juni langsung naik.
Jika itu tidak terjadi dan harga BBM per 1 Juni tidak naik, maka itu juga bersifat sementara. Berikutnya pada 1 Juli bisa dihitung lagi rata-rata ICP enam bulan ke belakang dan jika mencapai USD 120,75, harga BBM boleh dan sah untuk langsung dinaikkan. Begitu seterusnya, sampai akhir tahun anggaran 2012.
Jika melihat perkembangan harga minyak, hampir bisa dipastikan harga BBM akan naik pada tahun ini. Semua itu karena ketentuan ayat 6a UU APBN-P yang diputuskan oleh rapat paripurna DPR itu. Karenanya, keputusan DPR itu bukan keputusan menolak dan menutup kemungkinan kenaikan harga BBM. Akan tetapi justru sebaliknya, keputusan itu adalah keputusan menyetujui kenaikan harga BBM jika syaratnya terpenuhi.
Konsekuensi dari keputusan DPR itu, masyarakat akan dihantui oleh “ancaman” kenaikan harga BBM setiap awal bulan. “Ancaman” yang berulang itu tentu akan menjadi beban baru bagi masyarakat. Bisa jadi hal itu akan mempengaruhi tingkat depresi di masyarakat. Disamping itu, masyarakat menghadapi situasi yang tidak pasti. Situasi seperti itu menyulitkan itu para pelaku usaha untuk membuat keputusan. Tapi yang jelas, dengan kondisi harga BBM diambangkan seperti itu, maka harga-harga barang yang sudah naik saat ini tidak akan turun. Dan jika pada saatnya nanti harga BBM dinaikkan, harga-harga itu juga masih berpotensi untuk naik lagi.
Mengokohkan Liberalisasi
Keputusan rapat Paripurna DPR Sabtu dini hari lalu, alih-alih menyelesaikan kemelut persoalan BBM, tapi sebenarnya justru menegaskan makin kokohnya liberalisasi ekonomi dan liberalisasi migas di negeri ini. Indikasinya, Pertama, DPR dan pemerintah telah secara bulat meletakkan migas sebagai komoditas semata-mata yang dalam penetapan harga (pricing policy) benar-benar mengikuti harga internasional atau harga pasar. Akibatnya, segala bentuk perhitungan juga akan mengacu ke sana. Disitulah problema di seputar berapa sebenarnya harga produksi, harga jual, dan berapa sebenarnya subsidi (dan apakah tepat istilah subsidi itu) akan terus berlanjut yang membuat persoalan BBM ini menjadi tidak terurai secara jernih.
Kedua, ketidakberdayaan akibat Indonesia sekarang telah menjadi negara nett importir, sehingga kenaikan harga minyak dunia seolah menjadi bencana. Semestinya bila Indonesia bisa kembali menjadi nett exportir dengan menjaga tingkat produksi seperti dulu (pernah di atas 1,5 juta barel per hari) yang di atas kebutuhan dalam negeri, maka setiap peningkatan harga minyak dunia akan menjadi berkah. Tapi usaha untuk meningkatkan produksi minyak mentah terganjal oleh fakta bahwa sekarang, akibat liberalisasi sektor hulu migas, sumur-sumur minyak telah dikuasai penuh oleh perusahaan swasta asing. Pemerintah, dalam hal ini BP Migas, terbukti tidak mampu mengontrol tingkat lifting. Yang aneh, di tengah situasi global yang sangat kondusif dimana harga minyak terus meningkat dan teknologi yang semakin canggih, tapi lifting justru terus menurun. Oleh karena itu, semestinya DPR tidak boleh terjebak sekadar membicarakan harga BBM dan segala hal terkait di sektor hilir, tapi juga harus mempersoalkan sektor hulu sedemikian sehingga sumur-sumur minyak kembali dikuasi penuh oleh negara.
Ketiga, keputusan DPR itu sejatinya hanya menunjukkan kemenangan doktrin ekonomi pasar. Hal itu makin menegaskan, pemerintah dan DPR makin penuh mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme neo liberal. Karena itu, makin kokohnya liberalisasi migas ini sebenarnya hanyalah penegasan dan konsekuensi logis dari makin kokohnya sistem ekonomi kapitalisme neo liberal di negeri ini melalui tangan pemerintah dan DPR.
Wahai Kaum Muslimin
Keputusan rapat paripurna DPR itu, dipersepsikan sebagai penolakan atas kenaikan harga BBM. Tapi terlihat jelas, keputusan itu justru memberi persetujuan dan legalisasi atas kenaikkan harga BBM jika syaratnya terpenuhi. Itu bisa dinilai sebagai tipuan, kezaliman dan kebohongan baru disamping semua yang sudah ada yang bersumber dari pemerintah. Dalam hal itu kaum muslimin haram untuk mendukungnya. Rasul saw bersabda:
« إِنَّهَا سَتَكُونُ أُمَرَاءُ
يَكْذِبُونَ وَيَظْلِمُونَ فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ
عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنَّا وَلَسْتُ مِنْهُمْ وَلاَ يَرِدُ عَلَىَّ
الْحَوْضَ وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى
ظُلْمِهِمْ فَهُوَ مِنِّى وَأَنَا مِنْهُ وَسَيَرِدُ عَلَىَّ الْحَوْضَ »
Migas serta kekayaan alam yang melimpah lainnya dalam pandangan Islam merupakan barang milik umum yang pengelolaannya harus diserahkan kepada negara untuk kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, kebijakan kapitalistik, yakni liberalisasi migas baik di sektor hilir (termasuk dalam pricing policy) maupun di sektor hulu (yang sangat menentukan jumlah produksi migas setiap hari), juga kebijakan zalim dan khianat ini harus segera dihentikan. Sebagai gantinya, migas dan SDA lainnya harus dikelola sesuai dengan syariah. Jalannya hanya satu, melalui penerapan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwah. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar:
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), bila kenaikan BBM terjadi pada Juli, masyarakat akan terkena imbasnya dengan keras (Republika, 3/4)
- Jika naik Juli imbasnya lebih keras sebab bertumpuk dengan dampak kezaliman lainnya diantara dampak liberalisasi pendidikan, dan sebagainya.
- Kenaikan harga BBM adalah kebijakan zalim. Karena itu kapanpun ditetapkan pasti berdampak menyengsarakan masyarakat.
- Supaya masyarakat tidak kena dampak, liberalisasi migas harus dihentikan, dan pangkalnya yaitu sistem kapitalisme harus dicampakkan dan digantikan dengan Syariah Islam di bawah Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj nubuwwah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar