Ironisnya, di tengah kondisi masyarakat yang dibelit berbagai problem itu, kepada kita dipertontonkan pemborosan anggaran di berbagai lembaga negara ini dan bahkan diantaranya terkesan berlomba-lomba dalam kemewahan. Fakta itu sungguh sangat melukai perasaan masyarakat dan melecehkan nurani kemanusiaan.
Pemborosan Uang Rakyat
Pemborosan uang rakyat bukan monopoli instansi atau lembaga tertentu. Pemborosan itu terjadi di berbagai institusi baik eksekutif, legislatif ataupun yudikatif.
Misalnya, di DPR, baru-baru ini terkuak adanya berbagai proyek fantastis. Diantaranya: renovasi ruang rapat Banggar Rp. 20,3 miliar, renovasi toilet Rp 2 miliar, proyek perawatan gedung DPR sebesar Rp 500 miliar, finger print Rp 4 miliar, renovasi ruang wartawan Rp 700 juta, dan proyek lainnya. (lihat, suarakarya.com, 19/01).
DPR juga merencanakan sejumlah proyek pengadaan untuk tahun anggaran 2012. Totalnya mencapai Rp 73,7 miliar. Laman www.lpse.dpr.go.id memuat rinciannya: 1. Pemeliharaan halaman Gedung Zona B Rp 1,8 miliar. 2. Pemeliharaan halaman Gedung Zona A Rp 2,13 miliar. 3. Cleaning service Gedung Zona A Rp 5,38 miliar 4. Cleaning service zona C Rp 4,71 miliar. 5. Cleaning service zona B Rp 4,87 miliar. 6. Service kompleks rumah jabatan di Kalibata Rp 36,3 miliar. 7. Konsultan manajemen, ruang persidangan beserta fasilitas pendukung di wisma Griya Sabha, DPR, Kopo, Bogor Rp 4,88 miliar 8. Pencetakan Majalah Parlementari Rp 2,97 miliar. 9. Pencetakan Buletin Parlementaria Rp 3,59 miliar 10. Pemeliharaan dan perawatan medis dan biaya makan hewan rusa di DPR Rp 589 juta. 11. Pengadaan tenaga produksi TV Parlemen DPR Rp 1,19 miliar. 12. Pengadaan pengharum ruangan Rp 1,59 miliar. 13. Outsourcing helpdesk Rp 287 juta. 14. Langganan jasa internet Rp 3,47 miliar. (lihat, news.okezone.com, 17/1).
Mahkamah Agung (MA) pun turut berlomba memperlihatkan kemewahan. Untuk anggaran 2012 terdapat anggaran pengadaan mebel sembilan ruang pimpinan dan ruang sidang mencapai Rp 11,4 miliar. Selain itu, pembelian mebel dua ruang rapat, yaitu Ruang Wirjono dan Ruang Murdjono Rp 1,8 miliar. Total anggaran untuk pengadaan meubel dan ruang rapat jumlahnya mencapai Rp 13,2 miliar. (Lihat, suarakarya.com, 19/01).
Sementara di lingkaran pemerintahan juga terdapat berbagai indikasi anggaran yang boros dan tidak efektif. Data FITRA memperlihatkan, anggaran Setneg tahun 2012 mencapai Rp 80,4 miliar. Padahal, pada 2011 hanya Rp 8,8 miliar. (Lihat, mediaindonesia.com/20/1). Indikasi pemborosan itu juga terlihat dari realisasi penyerapan APBN 2011 yang hingga September baru 26,9% namun di bulan desember mencapai 90%. Dalam dua bulan realisasi penyerapan APBN meningkat 60%, luar biasa! Semua besar kemungkinan tidak efektif dan berpeluang besar terjadi penyelewengan. Ini hanya sebagian inidikasi, yang sebenarnya mungkin jauh lebih besar.
Penyebab dan Modus
Salah satu sebab yang mendasar adalah sistem politik demokrasi yang berbiaya mahal. Para politisi memerlukan biaya besar, mencapai miliaran per orang, untuk membiayai proses politik. Dana itu bisa berasal dari dana sendiri atau dari cukong para kapitalis. Akibatnya para politisi menggunakan segala cara untuk mengembalikan modal itu bagi dirinya sendiri dan cukongnya, ditambah keuntungan. Diantara modusnya, fasilitas langsung seperti fasilitas kunjungan, dan sejenisnya. Atau melalui proyek-proyek yang aneh besaran anggaran, jenis proyek atau prosesnya. Proyek-proyek fantastis di atas bisa jadi termasuk modus ini. Contoh lain, pengadaan mesin foto copy di DPR yang mencapai Rp 8,86 miliar yang pembukaan lelangnya dilakukan Oktober lalu. Bisa juga dengan modus merencanaan proyek tertentu yang tak jarang sekaligus ditentukan perusahaan pelaksananya. Apa yang terungkap dalam masalah mafia anggaran yang melibatkan anggota dewan mengungkap modus ini. Jadlah, politisi dan pejabat hanya mengabdi demi kepentingan sendiri, kelompok dan para cukong yang mendanai proses politiknya. Kepentingan rakyat hanya diperalat. Jika pun kadang-kadang diperhatikan, tak labih itu sekedar untuk penyesatan agar mereka terkesan memperhatikan kepentingan rakyat.
Semua itu makin parah dengan adanya nafsu hedonis pada diri para politisi dan pejabat. Mumpung masih menjabat, mereka gunakan fasilitas senyaman dan semewah mungkin. Barangkali itulah yang bisa ditangkap dari anggaran suplemen penambah stamina untuk DPR yang mencapai Rp. 800 juta; atau renovasi ruangan Banggar, dan renovasi dan pengadaan mebel di MA yang mencapai 11 miliar.
Lebih mendasar lagi, semua itu mencerminkan tipisnya keimanan dan ketakwaan pada diri mereka. Mereka tak lagi ingat akherat. Dunia telah menjadi tujuan mereka.
Sistem Islam Solusinya
Pemborosan uang rakyat itu sangat sulit, jika bukannya mustahil, diselesaikan dalam sistem politik demokrasi. Sebab sistem politik demokrasi yang mahal biaya justru menjadi akar penyebabnya. Untuk menyelesaikannya, sistem demokrasi yang mahal itu justru harus ditinggalkan. Sebagai gantinya Sistem Islam yang memang memiliki solusi untuk semua problem itu harus diterapkan. Islam memiliki hukum-hukum terkait dengan pembelanjaan harta negara yang memberikan panduan dan batasan sehingga pembelanjaan harta negara tidak mengikuti kehendak penguasa dan para politisi seperti dalam sistem demokrasi saat ini.
Al-‘Alamah syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, dari hasil elaborasi hukum-hukum syara’, beliau menyusun enam kaedah pembelanjaan kas negara (an-Nizhâm al-Iqtishâdî, hal.235-237, cetakan mu’tamadah.2004) yaitu: Pertama, harta zakat hanya dibelanjakan kepada delapan ashnaf yang telah ditentukan di dalam al-Quran. Kedua, Pembelanjaan untuk melaksaksanakan kewajiban jihad. Pembelanjaan ini adalah wajib dan tidak tergantung ada tidaknya harta. Ketiga, pembelanjaan untuk kompensasi jasa yang diterima negara seperti gaji pegawai, dsb. Pembelanjaan ini wajib dan tidak tergantung ada dan tidaknya harta. Keempat, Pembelanjaan bukan sebagai kompensasi, tapi untuk kepentingan rakyat yang jika tidak dilakukan atau ditunda akan bisa menimpakan dharar atau kesulitan bagi rakyat. Contoh, untuk pembangunan sarana vital, jalan, jembatan, rumah sakit, dan fasilitas yang sangat diperlukan lainnya. Pembelanjaan in juga wajib dan tidak tergantung ada tidaknya harta. Jika harta yang ada tidak cukup, diwajibkan pajak untuk menutupinya. Kaedah ini menempatkan pembangunan sarana dan fasilitas vital bagi masyarakat sebagai prioritas yang tak bisa ditawar-tawar. Dengan kaedah ini perbaikan semacam jembatan indiana jones yang ada di lebak tidak boleh ditunda. Kelima, bukan merupakan kompensasi, tapi merupakan kemaslahatan rakyat, yang jika ditunda tidak menyebabkan dharar bagi masyarakat. Misalnya, pembangunan jalan tambahan, dsb. Pembelanjaan ini hanya dilakukan jika ada dana dan setelah terpenuhi pembiayaan yang wajib dan dharurat. Jika tidak ada maka tidak perlu dipungut pajak untuk membiayainya. Keenam, pembelanjaan untuk menanggulangi bencana dan emergensi. Pembelanjaan ini harus dikeluarkan tidak tergantung ada dan tidaknya harta. Jika tidak ada harta atau kurang maka dipungut pajak untuk menutupinya.
Dari keenam kaedah itu, maka sebagian besar atau malah seluruh proyek fantastis diatas tidak termasuk diantaranya. Kalaupun dipaksakan masuk, mungkin termasuk kaedah kelima. Dalam pandangan syariah, pembelanjaan untuk semua itu tidak menjadi prioritas bahkan bisa diabaikan sama sekali. Dengan kaedah pembelanjaan kas negara seperti itu, maka munculnya proyek-proyek aneh dan fantastis seperti yang sekarang muncul, justru menjadi aneh dan bisa dicegah.
Disamping itu, sistem politik Islam prosesnya tidak membutuhkan biaya yang mahal. Para pejabat dan politisi tidak akan berambisi mengejar balik modal seperti dalam sistem politik demokrasi saat ini. Begitu juga, paradigma politik Islam bertumpu pada ri’ayah (pemeliharaan) urusan rakyat, dan bukannya berkutat dan fokus pada kekuasaan seperti paradigma politik saat ini. Dengan paradigma itu para polisi akan lebih berjuang demi kemaslahatan rakyat. Lebih dari itu, dalam sistem Islam, ketakwaan pejabat, politisi dan rakyat akan senantiasa dijaga dan dibina. Ketakwaan bersama itu akan mencegah semua bentuk pemborosan uang rakyat sampai seminimal mungkin bahkan hilang sama sekali.
Namun semua itu hanya bisa terwujud jika Syariah Islam diterapkan secara utuh dalam bingkai sistem politik Islam yaitu Khilfah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Untuk itu tepat kita renungkan firman Allah SWT:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا
وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar Al Islam:
Komisi IV yang membidani pertanian, kehutanan dan kelautan meminta jatah 50% atau Rp. 4,33 triliun dana bansos dari Kementerian Pertanian. DPR berasalan akan digunakan untuk mengakomodasi aspirasi daerah (mediaindonesia.com, 24/1).1. Motiv sebenarnya adalah politik untuk memperoleh dana politik untuk pencitraan demi pemilu 2014. Itu akal bulus seperti dana aspirasi dulu.
2. Kepentingan rakyat hanya diperalat. Itulah karakter politik dan politisi sistem demokrasi yang berbiaya mahal.
Pengemudi mobil yang menabrak 13 orang, 9 orang diantaranya tewas, di Tugu Tani Jakarta Pusat , Minggu (22/1), berpesta narkoba dan menenggak minuman keras sebelum kecelakaan (mediaindonesia.com, 23/1)
1. Rasul saw sudah mengingatkan: “Khamr merupakan kuci semua keburukan”.
2. Karena itu peredaran narkoba dan miras harus dibabat habis.
3. Selamatkan masyarakat dari ancaman keburukan akibat miras dan narkoba dengan Syariah Islam dalam bingkai Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar