LAPORAN FIELD VISIT KE
KOMUNITAS TEPI SUNGAI CODE
KOTA YOGYAKARTA
DISUSUN OLEH :
Nama :
BAITUR RAHMAN MERJA
Nim :
18/433445/PKU/17358
Peminatan : KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sungai merupakan salah satu sumberdaya air
yang mempunyai manfaat dan peran yang penting dalam kehidupan manusia. Di
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat beberapa sungai besar yaitu: Sungai
Oyo, Opak, Gadjahwong, Code, Winongo, Bedog, dan Serang. Diantara beberapa
sungai tersebut, Sungai Code menjadi pusat perhatian banyak pihak dan memiliki
tingkat kemendesakan dalam pengelolaannya. Hal ini disebabkan Sungai Code
melintasi Kota Yogyakarta dan berdekatan dengan beberapa tempat strategis,
seperti Malioboro, Tugu, Kraton, dan lainnya. Sungai Code melintas pada kawasan
pemukiman yang cukup padat di kiri-kanan sungai serta kondisinya menunjukkan
kecenderungan makin memburuk dari tahun ke tahun. Semakin meningkatnya aktivitas
pembangunan ekonomi, perubahan tata guna lahan dan meningkatnya pertumbuhan
penduduk mengakibatkan tingginya tekanan kawasan sungai terhadap lingkungan
(Widodo, 2010).
Pertumbuhan penduduk yang semakin
meningkat akan menghasilkan dampak peningkatan kebutuhan akan lahan pemukiman.
Ketika kebutuhan lahan di perkotaan tidak mencukupi,maka kawasanm sekitar
sungai merupakan kawasan yang dimanfaatkan sebagai permukiman warga yang pada
akhirnya memberi pengaruh buruk terhadap keberlangsungan fungsi sungai
tersebut.
Permasalahan klasik yang biasanya timbul
di daerah bantaran sungai yaitu terkait masalah sumber air bersih, jamban,
saluran limbah maupun sistem pengelolaan sampah. Masalah-masalah yang
dihasilkan tersebut dapat mengakibatkan dampak yang buruk baik bagi sungai
maupun warga yang tinggal di bantaran sungai tersebut.
Pengelolaan sungai merupakan bagian dari
pengelolaan lingkungan yang memiliki tantangan sangat mendasar yaitu bagaimana
mengelola sumber daya sungai dan daya dukung lingkungan bagi manfaat manusia
secara optimal dan berkelanjutan. Sumber daya alam kawasan sungai harus
dikembangkan sehingga menguntungkan secara sosial ekonomi dan ramah lingkungan.
Pengembangan tersebut harus memperhatikan berbagai konflik kepentingan yang
mungkin terjadi antar beberapa pihak dengan masyarakat tradisional (Widodo, dkk,
2010).
B.
Tujuan
Tujuan
dari kunjungan ini adalah untuk melihat dan mengetahuai keadaan masyarakat dan
lingkungan pada Komunitas tepi Sungai Code Kota Yogyakarta.
BAB
II
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Kunjungan
dilakukan pada hari Jum’at, tanggal 21 September 2018 pada pukul 08.00-10.00 berlokasi
di RW4 dan 5 Kelurahan Terban Kecamatan Gondokusuman, dimana jumlah warga 220 KK. Adapun hasil yang diperoleh dari
kunjungan tersebut antara lain :
1.
Keadaan sekitar Sungai
Code.
2.
Program Kotaku
3.
Sarana Air Bersih dan Air
Minum
4.
Sampah
5.
Jamban
6.
Limbah Cair
B.
Pembahasan
1.
Keadaan Sekitar Sungai
Code
Berdasarkan
hasil kunjungan yang dilakukan, dilihat bahwa keadaan di sekitar Sungai Code
terbilang cukup bersih. Terlihat bahwa di sekitar Sungai Code bersih meskipun
ada beberapa sampah kecil yang terlihat di Sungai Code maupun pinggiran. Namun
secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa Sungai Code bersih dari sampah. Air
yang mengalir terlihat jernih dan mengalir lancar. Hal ini menunjukkan bahwa di
Sungai Code tidak terdapat tumpukan sampah yang banyak yang mengakibatkan air
tidak mengalir dengan lancar dan tidak terlihat warna air yang keruh. Karena
sungai yang bersih sehingga terlihat beberapa warga melakukan kegiatan
memancing di sungai. Jika sungai kotor dan terdapat banyak sampah, tidak
mungkin ada warga yang ingin memancing di sekitar sungai. oleh karena itu, menjaga
kebersihan sungai harus terus dijaga agar sungai terlihat bersih dan fungsi
sungai dapat dimanfaatkan.
Keadaan
pemukiman di sekitar Sungai Code sangat padat. Terlihat dari banyaknya rumah
yang saling berdekatkan dan juga jalan yang sangat sempit. Tidak hanya
pemukiman, berdasarkan pengakuan ketua RW setempat didalam satu rumah terdapat
dua sampai tiga kepala keluarga. Hal ini menunjukkan didalam satu rumah juga
terdapat kepadatan hunian yang sangat tinggi. Kepadatan pemukiman ini
disebabkan karena lahan yang tidak memungkinkan sehingga bagi warga yang
memiliki ruangan kurang cukup alternatifnya yaitu membuat rumah bertingkat.
Terlihat pada gambar bahwa kebanyakan rumah-rumah yang berada di bantaran
Sungai Code yaitu bertingkat.
Hasil pengamatan yang didapatkan dari pengolahan
data citra Penginderaan Jauh Quickbird dengan menggunakan Sistem informasi
Geografis didapatkan bahwa jumlah bangunan yang terletak atau dibangun pada
jarak 3m dari tepi sungai adalah 476 bangunan, pada jarak 10m dari tepi sungai
berjumlah 1040 bangunan, pada jarak 15m sebanyak 1499 bangunan, dan pada jarak
100m dari tepi sungai sebanyak 7.642 bangunan. Bangunan-bangunan ini paling
banyak dimanfaatkan sebagai bangunan pemukiman (sekitar 90%) dan sisanya
dimanfaatkan untuk industri rumah tangga, pertokoan, kampus, sekolah, tempat
ibadah, jasa, toilet umum dan sawah (Setyadi, 2013).
Tingginya
kepadatan penduduk dapat memberikan dampak terhadap kesehatan masyarakat dan
lingkungan. Semakin padat penduduk di suatu wilayah maka penularan penyakit
akan semakin cepat. Berbagai penelitian yang dilakukan terhadap penyakit
menemukan bahwa salah satu faktor yang sangat beresiko terhadap penularan
penyakit yaitu kepadatan penduduk. Selain memberikan dampak bagi kesehatan,
kepadatan penduduk juga memberikan dampak bagi lingkungan. Semakin banyak
jumlah penduduk di suatu wilayah akan mempengaruhi volume sampah, limbah maupun
penggunaan air bersih. Jika pengelolaan sampah dan limbah tidak dilakukan
dengan baik maka akan memberikan dampak yaitu pencemaran lingkungan.
2.
Program Kotaku
KOTAKU
merupakan kepanjangan dari Kota Tanpa Kumuh. Ini merupakan salah satu program
di era keperesidenan Joko Widodo yang dananya diperoleh dari program POPR melalui Badan Keswadayaan Masyarakat. Dananya merupakan
pinjaman dari Bank Dunia. Tugas utama dari BKM yaitu mengurangi kemiskinan di
perkotaan ataupun pedesaan dan sasarannya yaitu wilayah kumuh dan lingkungan dengan
mayoritas warganya miskin. Di Jogjakarta sendiri sudah ada Peraturan Walikota
tentang wilayah-wilayah kumuh yang dipersiapkan untuk program-program pusat
maupun daerah. Di dalam Peraturan tersebut wilayah-wilayah yang termasuk
wilayah kumuh termasuk wilayah-wilayah di bantaran sungai seperti Sungai Code,
Binongo dan Gajah Uwong.
Program
KOTAKU ini merupakan program yang bertujuan untuk penataan kawasan, sanitasi,
kesehatan, pemukiman, air bersih dan sebagainya. Proses pelaksanaan pembangunan
dilaksanakan ketika dana telah cair ke BKM. Setelah itu dana yang ada kemudian
ditransfer ke Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang dibentuk oleh masyarakat.
KSM inilah yang nantinya melaksanakan pembangunan seperti pembuatan MCK, pavin
blok, penataan rumah dan lain sebagainya.
3.
Sarana Air Bersih dan Air
minum
Air
merupakan salah satu kebutuhan yang paling penting yang harus dimiliki karena
penggunaan air digunakan oleh setiap orang. Sumber air bersih yang digunakan
oleh masyarakat di sekitar Sungai Code pada umumnya dengan berlangganan pada
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Ada juga sebagian warga yang memiliki sumur
gali sendiri namun hanya beberapa. Selain itu terdapat juga sumber air semacam
PDAM yang sumber airnya diambil dari mata air Sungai Code. Air disedot
menggunakan pompa air dan dialirkan kemudian melalui proses penjernihan
menggunakan kaporit kemudian melewati bak control untuk mengetahui debit air.
Setelah itu dialirkan ke rumah-rumah warga dan dikenakan tarif Rp.1.000/m3.
Hal ini menguntungkan warga karena kualitas air yang hampir sama dengan PDAM
namun harganya lebih terjangkau.
Di
RW 4 sendri terdapat satu Kelompok Pemakai Air (POKMAIR). Terdapat sebuah
bangunan yang didalammnya terdapat 2 buah sumur yang sumber mata airnya berasal
dari Sungai Code. Air yang dihasilkan kemudian disedot menggunakan mesin pompa
air dan ditampung kedalam beberapa profil tank yang diletakkan diatas bangunan
tersebut. Kemudian didistribusikan ke rumah-rumah warga yang berada di daerah
rendah di sekitaran Sungai Code. Pemakai airn terbatas hanya sekitar 30 KK.
Kelompok pemakai air tersebut juga berlangganan untuk menggunakan air dengan
tarif Rp.1.000/m3. Hal ini membantu masyarakat sekitar karena
tarifnya lebih murah jika dibandingkan dengan PDAM.
Didalam
bangunan yang berisi sumur juga terdapat salah satu alat pengolahan air yang
digunakan untuk mensterilkan air seperti yang digunakan pada depot isi ulang
air galon pada umumnya. Hasil pengolahannya langsung di masukkan kedalam galon-galon
yang telah disediakan dan dijual ke warga sekitar dengan harga Rp.4.000/galon
setiap isi ulang. Hasil pengolahan air ini dapat langsung diminum oleh warga
karena telah diperiksa oleh Dinas Kesehatan. Menurut ketua pengelola, mereka
telah menentukan merek pada hasil pengolahan air tersebut dengan merek Maknyus.
Gambaran
penggunaan air bersih pada daerah di sekitar sungai terlihat pada hasil
penelitian Mende, dkk (2015) pada permukiman di kawasan sekitar Danau Tondanu,
diperoleh bahwa sebagian besar penduduk memenuhi kebutuhan mereka akan
penggunaan air bersih 50% berasal dari mata air, 36,21% menggunakan sumur bor
dan sisanya menggunakan air dari PDAM yaitu sebesar 13,17%
4. Sampah
Sistem
pengolahan sampah yang dilakukan oleh warga di sekitar kali code yaitu
menggunakan Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau jasa petugas kebersihan. Setiap
rumah memiliki tempat sampah pribadi yang dibuat dan diletakkan di depan rumah
masing-masing. Nantinya akan ada petugas kebersihan yang akan mengankut sampah
dari rumah-rumah warga kemudian dibawa ke TPS. Warga sekitar dikenakan biaya
Rp.15.000/bulan untuk petugas kebersihan pengangkut sampah tersebut. Meskipun
demikian, masih saja ada warga yang memiliki perilaku membuang sampah
sembarangan seperti terlihat pada gambar masih ada di beberapa titik sampah
yang menumpuk.
Sistem
pengolahan sampah yang dilakukan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Krisnawati (2012) tentang sistem pengolahan sampah domestik di sepanjang
kali Code yang memperoleh hasil bahwa pengolahan sampah yang digunakan dari 5
kelurahan di sepanjang kali Code yaitu penggunaan TPS atau jasa petugas
kebersihan. Selain itu, hasil yang diperoleh yaitu Kelurahan Sinduadi dan
disusul oleh Kelurahan Terban masih terdapat masyarakat yang membuang sampah
disungai dan tepian sungai.
5.
Jamban
Berdasarkan
hasil kunjungan, diketahui bahwa sebagian besar warga di sekitar Sungai Code
sudah memiliki jamban pribadi sehingga sudah tidak ada lagi warga yang BAB
disekitar Sungai Code. Jenis jamban yang digunakan sebagian besar warga di
sekitar Kali Code adalah jenis leher angsa karena semua memiliki septic tank masing-masing. Terdapat juga
septic tank komunal dengan ukuran
2,5m x 30m yang diatasnya digunakan sebagai lapangan bulu tangkis. Septic tank komunal ini mampu menampung
sekitar 20 KK. Nantinya jika terdapat tanda bahwa septic ini telah penuh,
langkah yang akan diambil yaitu dengan mencari lahan baru yang akan dijadikan septic tank komunal kembali.
Selain
memiliki jamban pribadi, di bantaran Sungai Code juga terdapat beberapa buah
jamban umum atau MCK yang dibuat oleh pemerintah untuk masyarakat sekitar.
Namun pemanfaatannya masih kurang karena warga lebih memilih BAB dan melakukan
aktivitas dirumah masing-masing dibandikan pergi ke MCK tersebut.
Kepemilikan
jamban di sekitaran Sungai Code sudah terbilang baik karena sebagian besar
telah memiliki jamban. Dibandingkan dengan daerah bantaran sungai pada umumnya
sebagian besar masyarkatnya tidak memiliki jamban sehingga aktivitas BAB
umumnya dilakukan disekitar sungai. Hal ini tentu akan mengakibatkan pencemaran
pada sungai dan dapat menyebabkan penyakit bagi warga sekitar sungai.
Umumnya
warga yang tinggal di bantaran sungai melakukan aktivitas BAB disungai
dikarenakan masalah kepemilikan jamban yang kurang. Seperti hasil penelitian
Mende, dkk (2015) yang memperoleh hasil bahwa kepemilikan jamban pada pemukiman
di kawasan Danau Tondano sebanyak 52,2% bangunan rumah tidak memiliki jamban,
sedangkan rumah yang memiliki jamban hanya 47,98%. Hal ini membuktikan bahwa
bangunan rumah yang tidak memiliki jamban lebih banyak dibandingkan rumah yang
memiliki jamban. Bagi mereka yang tidak memiliki jamban biasanya menggunakan
jamban tetangga untuk BAB & BAK. Ada juga masyarakat yang menggunakan danau
sebagai tempat untuk BAB maupun BAK.
6.
Limbah Cair
Sistem
pengolahan limbah yang ada di sekitar Sungai Code yaitu sebagian warga membuang
limbah melalui got-got yang dialirkan dari rumah warga ke warga yang lain
dengan tersedianya beberapa titik yang dapat dilihat dan dibuka yang berfungsi
untuk melihat jika terjadi permasalahan-permasalahan seperti terdapat sampah.
Limbah yang dihasilkan tersebut pada akhirnya masih dialirkan ke sungai karena
belum memiliki sistem pengolahan limbah yang memadai. Terdapat juga IPAL
komunal namun belum memiliki sistem pengolahan sehingga IPAL komunal tersebut
hanya berfungsi sebagai penampung saja. jika IPAL tersebut penuh akan dicari
lahan baru untuk pembuatan IPAL komunal yang baru.
Sistem
pengolahan limbah cair yang ada di sekitar Sungai Code ini terbilang kurang
efektif karena pada akhirnya limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga masih
saja berakhir di Sungai Code. Hal ini
tentu akan mengakibatkan pencemaran pada air sungai. Sebaiknya IPAL komunal
yang dimiliki dapat melakukan pengolahan air limbah sehingga dapat
meminimalisir pencemaran yang terjadi di Sungai Code akibat pembuangan air
limbah, sehingga ketika ada pengolahan limbah lewat IPAL, kandungan bahan
berbahaya yang terdapat pada air limbah dapat berkurang. Jika kandungan bahan
berbahaya berkurang maka limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga dapat dialirkan
kembali atau dapat digunakan kembali untuk kebutuhan sehari-hari (Mende, dkk
2015).
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1. Salah
satu dari sekian program pemerintah untuk pembangunan di bantaran Sungai Code
yaitu program KOTAKU.
2. Sarana
sanitasi di bantaran Sungai Code terbilang cukup baik seperti pengolahan air,
kepemilikan jamban dan sistem pengolahan sampah.
3. Masih
ada sebagian perilaku membuang sampah tidak pada tempatnya, seperti terlihat
terdapat tumpukan sampah pada beberapa tempat.
4. Limbah
rumah tangga yang dihasilkan masih dialirkan ke sungai.
B.
Saran
1. Perlunya
ada sosialisasi dan penyuluhan tentang pentingnya membuang sampah pada
tempatnya sehingga lingkungan terlihat bersih dan indah.
2. Perlunya
ada kesadaran dari semua warga tentang kebersihan lingkungan agar tidak mudah
tertular penyakit mengingat rumah warga yang begitu padar sehingga dengan
mudahnya penyakit dapat tertular ke orang lain.
3. Perlunya
ada pelatihan tentang cara pengolahan limbah cair dan IPAL agar limbah yang
dihasilkan melalui pengolahan dapat dialirkan ke sungai tanpa mencemari sungai.
DAFTAR
PUSTAKA
Krisnawati,
T O. 2012. Pengelolaan Sampah Domestik
Masyarakat dan Jumlah Titik Sampah di tepi Sungai Code Wilayah Gondolayu sampai
Ringroad Utara Yogyakarta. Skripsi. Universitas Kristen Duta Wacana.
Yogyakarta
Mende,
J, C, C,. Kumurur, V, A,. Moniaga, I, L,. 2015. Kajian Sistem Pengelolaan Air Limbah Pada Permukiman di Kawasan Sekitar
Danau Tondano (Studi Kasus : Kecamatan Remboken Kabupaten Minahasa). Hasil
Penelitian. Sabua, Vol 7, No.1: 395-406 Maret 2015. ISSN 2085-7020
Setyadi, A. 2013. Analisis Keselarasan Letak
Bangunan Dan Pemanfaatan Lahan Terhadap Peraturan Sempadan Sungai Menggunakan Citra Satelit Quickbird
(Kasus Sepanjang Sungai Code, Kota Yogyakarta). Jurnal
Publikasi Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://eprints.ums.ac.id/24777/8/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
Widodo.
Lumpiyanto, R,. Wijaya, D,. 2010. Pengelolaan
Kawasan Sungai Code Berbasis Masyarakat. Jurnal Sains dan Teknologi
Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 7-20. ISSN : 2085-1227
Tidak ada komentar:
Posting Komentar