MASALAH KURANG GIZI DI KABUPATEN MERAUKE PROPINSI
PAPUA
O
L
E
H
BAITUR RAMAN
MERJA
(141 2011 0334)
FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS
MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
KATA
PENGANTAR
Assalamu
‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelasaikan makalah ini. Tak
lupa Shalawat serta Salam atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah diutus kemuka bumi ini sebagai Rahmatanlil
Alamin.
Makalah ini disusun untuk mengetahui
Masalah Kurang Gizi di Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Dimana dalam makalah
ini diharapkan lebih membuka wawasan berpikir dibidang terkait dengannya.
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan
informasi bagi kita semua dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Wallahu
Waliyyut Taufiq Wal - Hidayah
Makassar, April 201
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ………………………………………………………...
Kata Pengantar ………………………………………………………..…
Daftar isi ………………………………………………………………..…
BAB I Pendahuluan
A.
Latar Belakang ……………………………………………...……
B.
Rumusan Masalah ……………………………………….………
C.
Tujuan ……………………………………………………..………
BABII
PEMBAHASAN
A. Definisi Kurang Gizi ………………..………………….…………
B. Klasifikasi Penyakit Kurang Gizi
……...……………..…………
C. Faktor-faktor yang menyebabkan
kurang Gizi …..……………
D. Dampak dari Kekurangan Gizi ………………………………….
E. Penyakit Akibat Kekurangan Protein
…………..………………
F. Masalah Kurang Gizi di Kabupaten
Merauke Provinsi Papua
BAB
III Penutup
A.
Kesimpulan …………………………………………………….…
B.
Saran ………………………………………………………………
Daftar
pustaka ……………………………………………………………
|
1
2
3
4
5
5
6
7
8
9
11
15
19
19
20
|
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah kurang gizi
memang sudah banyak terjadi di beberapa Negara berkembang termasuk di
Indonesia. Melihat sumber dana yang terbatas yang tersedia pada Negara-negara
berkembang dan menumpuknya kebutuhan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan.
Masalah kurang gizi juga telah dinyatakan sebagai masalah utama kesehatan dunia
dan berkaitan dengan lebih banyak kematian dan penyakit yang disebabkan oleh
masalah kurang gizi tersebut.walaupun. telah banyak dilakukan penyuluhan
tentang masalah kurang gizi namun masih banyak masyarakat yang mengalami
masalah masalah gizi.
Menurut Alan Berg,
1986. Gizi yang kurang mengakibatkan terpengaruhnya perkembangan mental,
perkembangan jasmani, dan produktifitas manusia karena semua itu mempengaruhi
potensi ekonomi manusia. Keadaan gizi dapat dikelompokkan menjadi tiga
tingkat, yaitu keadaan gizi lebih, keadaan gizi baik, dan keadaan gizi kurang.
Keadaan gizi lebih terjadi apabila gizi yang dibutuhkan melebihi standart
kebutuhan gizi. Gizi baik akan dicapai dengan memberi makanan yang seimbang
dengan tubuh menurut kebutuhan. Sedang gizi kurang menggambarkan kurangnya
makanan yang dibutuhkan untuk memenuhi standar gizi.
Konsumsi gizi makanan
pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan atau sering
disebut status gizi. Apabila tubuh berada dalam tingkat kesehatan gizi optimum
dimana jaringan jenuh oleh semua zat gizi maka disebut status gizi optimum.
Dalam kondisi demikian tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan
yang setinggi-tingginya.
Penyakit kurang gizi
kebanyakan ditemui pada masyarakat golongan rentan terutama pada anak-anak
yaitu golongan yang mudah sekali mengalami penyakit akibat kekurangan gizi dan
kekurangan zat makanan (deficiency) misalnya kwarsiorkor, busung lapar,
marasmus, beri-beri, dll. Dan penyakit gizi berlebih yang disebabkan karena
kelebihan makanan. Contonya obesitas, kelebihan berat badan (over weigh),
diabetes militus, dll.
Kedudukan gizi
seseorang atau golongan pendudukj , ialah suatu tingkat kesehatan yang
merupakan akibat dari intake dan penggunaan semua nutrient yang
terdapat dalam makanan sehari-hari. Maka kasus inilah yang menyebabkan kasus
utama kematian di massa kanak-kanak. Dan dalam masyarakat industri merupakan
sindrom malabsorbsi dan gangguan fungsi ginjal yang menahun.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Defenisi kekurangan gizi
2.
Apa saja klasifikasi penyakit kurang gizi
3.
Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit kurang gizi
4.
Apa saja jenis penyakit yang disebabkan
karena kurang gizi
5.
Masalah Kurang Gizi di Kabupaten Merauke Propinsi
Papua
C.
Tujuan
1.
Agar dapat mengetahui defenisi kekurangan
gizi
2.
Agar dapat mengetahui klasifikasi kurang gizi
3.
Agar dapat mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan kurang gizi
4.
Agar dapat mengetahui jenis penyakit yang
disebabkan karena kurang gizi
5.
Agar dapat mengetahui Masalah Kurang Gizi di
Kabupaten Merauke Propinsi Papua
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi
Kekurangan Gizi
Kekurangan
gizi (Malnutrisi) merupakan penyebab kematian dan kesakitan pada anak-anak.
Kekurangan gizi bisa disebabkan oleh
kurangnya asupan gizi atau ketidakmampuan tubuh untuk menyerap atau
memetabolizer zat gizi.
Kekurangan
gizi bisa terjadi ketika kebutuhan akan zat-zat gizi yang penting meningkat,
misalnya pada saat mengalami setres, infeksi, cedera atau penyakit.
Kekurangan
kalori protein (KKP) merupakan salah satu bentuk kekurangan gizi yang paling
serius. KKP terjadi pada bayi akbat tidak adekuatnya masa menyusui ataupun masa
menyapih. KKP relative sering ditemukan dinegara-negara berkembang, Negara
maju, bentuk KKP yang lebih ringan ditemukan pada keluarga miskin.
Sebagai
bagian dari keperawatan anak rutin, dokter akan menanyakan kepada orang tua maupun
anak mengenai makanan dan intoleransi terhadap makanan serta memeriksa anak
untuk mencari tanda-tanda dari kekurangan gizi atau kelainan yang mempengaruhi
keadaan gizi (misalnya malabsorbsi, penyakit ginjal, diare, kelainan metabolic,
kelainan genetic).
Pertumbuhan anak
dinilai memalui pengukuran tinggi badan, berat badan dan membandingkannya
dengan grafik pertumuhan yang normal. Jika diduga terjadi malnutrisi, untuk
memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan darah atau air kemih guna
mengukur kadar zat gizi.
B.
Klasifikasi
Penyakit Kurang Gizi
Penyakit-penyakit
kekurangan gizi yang paling rentan adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh
sebab itu, indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat
adalah melalui status gizi balita (bayi dan anak balita). Selama ini telah
banyak dihasilkan berbagai pengukuran status gizi tersebut dan masing-masing
ahli mempunyai argumentasi sendiri dalam mengembangkan pengukuran tersebut.
(Anonymous,2008)
Berdasarkan
data statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari 241.973.879
penduduk Indonesia, enam persen atau sekira 14,5 juta orang menderita gizi
buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak di bawah usia lima tahun
(balita). Depkes juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan bahwa
penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2-4
dari 10 balita menderita gizi kurang. Gizi buruk merupakan salah satu dari tiga
tingkatan status gizi selain gizi lebih dan gizi baik.
Berdasarkan
klasifikasi dari Standard Harvard menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, 2003.
Yaitu standar yang dikembangkan untuk mengukur status gizi anak disesuaikan
dengan kondisi anak-anak dari negara-negara Asia dan Afrika. Termasuk
Indonesia, klasifikasi status gizi anak didasarkan pada 50 percentile dari 100%
standar Harvard.
Dibawah ini akan
diuraikan 4 macam cara pengukuran yang sering dipergunakan di bidang gizi
masyarakat serta klasifikasinya :
1. Berat Badan Per Umur
a. Gizi
baik adalah apabila berat badan bayi / anak menurut umurnya lebih dari 89%
standar Harvard.
b. Gizi
kurang adalah apabila berat badan bayi / anak menurut umur berada diantara
60,1-80 % standar Harvard.
c. Gizi
buruk adalah apabila berat badan bayi / anak menurut umurnya 60% atau kurang
dari standar Harvard.
2. Tinggi Badan Menurut Umur
Pengukuran status
gizi bayi dan anak balita berdasarkan tinggi badan menurut umur, juga
menggunakan modifikasi standar Harvard dengan klasifikasinya adalah sebagai
berikut :
a. Gizi
baik yakni apabila panjang / tinggi badan bayi / anak menurut umurnya lebih
dari 80% standar Harvard.
b. Gizi
kurang, apabila panjang / tinggi badan bayi / anak menurut umurnya berada
diantara 70,1-80 % dari standar Harvard.
c. Gizi
buruk, apabila panjang / tinggi badan bayi / anak menurut umurnya kurang dari
70% standar Harvard.
3. Berat Badan Menurut Tinggi
Pengukuran berat
badan menurut tinggi badan itu diperoleh dengan mengkombinasikan berat badan
dan tinggi badan per umur menurut standar Harvard juga. Klasifikasinya adalah
sebagai berikut
a. Gizi
baik, apabila berat badan bayi / anak menurut panjang / tingginya lebih dari
90% dari standar Harvard.
b. Gizi
kurang, bila berat bayi / anak menurut panjang / tingginya berada diantara
70,1-90 % dari standar Harvard.
c. Gizi
buruk apabila berat bayi / anak menurut panjang / tingginya 70% atau kurang
dari standar Harvard.
4. Lingkar Lengan Atas (LLA) Menurut Umur
Klasifikasi
pengukuran status gizi bayi / anak berdasarkan lingkar lengan atas yang sering
dipergunakan adalah mengacu kepada standar Wolanski. Klasifikasinya sebagai
berikut :
a. Gizi
baik apabila LLA bayi / anak menurut umurnya lebih dari 85% standar Wolanski.
b. Gizi
kurang apabila LLA bayi / anak menurut umurnya berada diantara 70,1-85 %
standar Wolanski.
c. Gizi
buruk apabila LLA bayi / anak menurut umurnya 70% atau kurang dari standar
Wolanski.
C.
Faktor-Faktor
Yang Menyebabkan Kurang Gizi
Ada
beberapa faktor penyebab yang diduga menghambat masyarakat untuk mengkonsumsi
gizi. Ketiadaan bahan gizi murah merakyat dan yang paling disayangkan adalah
ketidaktahuan masyarakat akan gizi dan peran pentingnya dalam kehidupan
manusia.
Beberapa
faktor penyebab:
- Tidak tersedianya makanan secara adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang-kadang bencana alam, perang maupun kebijakan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi. Kemiskinan sering dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar yaitu pangan pun sering tidak bisa terpenuhi. Laju pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Inipun menjadi penyebab munculnya penyakit kurang gizi.
- Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang. Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu ASI, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berakibat terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. Faktor sosial: yang dimaksud disini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga banyak balita yang diberi makan ”sekedarnya” atau asal kenyang padahal miskin gizi.
- Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizinya buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan/ adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak. Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu (misalnya tidak memberikan anak-anak daging, telur, santan dll), hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapatkan asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup.
D.
Dampak
Dari Kekururangan Gizi
Pengaruh kurang gizi
pada tumbuh kembang anak antara lain :
1. Pada pertumbuhan anak :
a.
berat badan tidak sesuai dengan umur
b.
tinggi badan tidak sesuai dengan umur
c.
berat badan tidak sesuai dengan tinggi
badan
d.
lingkar kepala dan lingkar lengan
kecil
2. Pada perkembangan anak :
a.
berat, besar otak tidak bertambah,
tingkah laku anak tidak normal
b.
tingkat kecerdasan menurun
Disamping itu, gizi kurang juga dapat menyebabkan
beberapa penyakit, yaitu:
1.
Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP)
Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara
konsumsi kalori atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi atau
terjadinya defisiensi atau defisit energi dan protein. Pada umumnya Anak Balita
merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi.
Hal ini disebabkan anak Balita dalam periode transisi dari makanan bayi ke
makanan orang dewasa, sering kali tidak lagi begitu diperhatikan dan
pengurusannya sering diserahkan kepada orang lain, dan belum mampu mengurus
dirinya sendiri dengan baik terutama dalam hal makanan. Hal ini juga di
karenakan pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila
konsumsi makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori maka akan terjadi
defisiensi tersebut (kurang kalori dan protein).
Penyakit ini dibagi dalam tingkat-tingkat, yakni :
a. KKP ringan, kalau berat badan anak mencapai 84-95 % dari berat badan
menurut standar Harvard.
b. KKP sedang, kalau berat badan anak hanya mencapai 44-60 % dari berat
badan menurut standar Harvard.
c. KKP berat (gizi buruk), kalau berat badan anak kurang dari 60% dari berat
adan menurut standar Harvard.
Beberapa ahli hanya membedakan antara 2 macam KKP saja,
yakni KKP ringan atau gizi kurang dan KKP berat (gizi buruk) atau lebih sering
disebut marasmus (kwashiorkor). Anak atau penderita marasmus ini tampak sangat
kurus, berat badan kurang dari 60% dari berat badan ideal menurut umur, muka
berkerut seperti orang tua, apatis terhadap sekitarnya, rambut kepala halus dan
jarang berwarna kemerahan.
Penyakit KKP pada orang dewasa memberikan tanda-tanda
klinis : oedema atau honger oedema (HO) atau juga disebut penyakit kurang
makan, kelaparan atau busung lapar. Oedema pada penderita biasanya tampak pada
daerah kaki.
Jenis KKp atau PCM di kenal dalam 3 bentuk yaitu :
a.
Kwarshiorkor
Kata “kwarshiorkor” berasal dari bahasa Ghana-Afrika
yang berati “anak yang kekurangan kasih sayang ibu”. Kwashiorkor adalah salah
satu bentuk malnutrisi protein berat yang disebabkan oleh intake protein yang
inadekuat dengan intake karbohidrat yang normal atau tinggi.
Tanda-tanda Tanda-tanda yang sering dijumpai pada pada penderita
Kwashiorkor yaitu :
i. Gagal untuk menambah berat badan
ii. wajah membulat dan sembap
iii. Rambut pirang, kusam, dan mudah dicabut
iv. Pertumbuhan linear terhenti
v. Endema general (muka sembab, punggung kaki, dan per
vi. yang membuncit).
vii. Diare yang tidak membaik
viii. Dermatitis perubahan pigmen kulit
ix. Perubahan warna rambut yang menjadi kemerahan dan mudah dicabut
x. Penurunan masa otot
xi. Perubahan mentak seperti lathergia, iritabilitas dan apatis yang terjadi
xii. Perlemakan hati, gangguan fungsi ginjal, dan anemia
xiii. Pada keadaan akhir (final stage) dapat menyebabkan shok berat,
coma dan berakhir dengan kematian.
Cara mengatasi kwarshiorkor
Dalam mengatasi kwashiorkor ini secara klinis adalah
dengan memberikan makanan bergizi secara bertahap. Contohnya : Bila bayi
menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang diencerkan. Secara
bertahap keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai konsistensi
yang normal seperti susu biasa kembali.
b. Marasmus
Marasmus adalah berasal dari kata Yunani yang berarti
kurus-kering. Sebaliknya walau asupan protein sangat kurang, tetapi si anak
masih menerima asupan hidrat arang (misalnya nasi ataupun sumber energi
lainnya). Marasmus disebabkan karena kurang kalori yang berlebihan, sehingga
membuat cadangan makanan yang tersimpan dalam tubuh terpaksa dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup.
Penderita marasmus yaitu penderita kwashiorkor yang
mengalami kekurangan protein, namun dalam batas tertentu ia masih menerima “zat
gizi sumber energi” (sumber kalori) seperti nasi, jagung, singkong, dan
lain-lain. Apabila baik zat pembentuk tubuh (protein) maupun zat gizi sumber
energi kedua-duanya kurang, maka gejala yang terjadi adalah timbulnya penyakit
KEP lain yang disebut marasmus.
Tanda-tanda yang sering dijumpai pada pada penderita marasmus, yaitu:
i. Sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit bahkan sampai berat badan
dibawah waktu lahir.
ii. Wajahnya seperti orang tua
iii. Kulit keriput,
iv. pantat kosong, paha kosong,
v. tangan kurus dan iga nampak jelas.
Gejala marasmus adalah seperti gejala kurang gizi pada
umumnya (seperti lemah lesu, apatis, cengeng, dan lain-lain), tetapi karena
semua zat gizi dalam keadaan kekurangan, maka anak tersebut menjadi
kurus-kering.
c. Marasmus-Kwashiorkor
Gambaran dua jenis gambaran penyakit gizi yang sangat
penting. Dimana ada sejumlah anak yang menunjukkan keadaan mirip dengan
marasmus yang di tandai dengan adanya odema, menurunnya kadar protein (Albumin
dalam darah), kulit mongering dan kusam serta otot menjadi lemah.
2. Busung
Lapar
Busung lapar atau bengkak lapar dikenal jiga dengan
istilah Honger Oedeem (HO). Adalah kwarshiorkor pada orang dewasa. Busung lapar
disebabkan karena kekurangan makanan, terutama protein dalam waktu yang lama
secara berturut-turut. Pada busung lapar terjadi penimbunan cairan dirongga
perut yang menyebabkan perut menjadi busung (oleh karenanya disebut busung
lapar).
Tanda-tanda yang terjadi yaitu :
a.
Kulit menjadi kusam dan mudah
terkelupas
b.
Badan kurus
c.
Rambut menjadi merah kusam dan mudah
dicabut
d.
Sekitar mata bengkak dan apatis
e.
anak menjadi lebih sering menderita
bermacam penyakit dan lain-lain.
Penderita busung lapar biasanya menderita penyakit penyerta. Misalnya dari
12 anak balita di Kabupaten Cirebon, tiga di antaranya menderita tuberkulosis,
satu hydrocephalus (kepala besar), dan satu meningitis (radang selaput otak).
E.
Masalah
Kurang Gizi di Kabupaten Merauke Papua
Hasil survei kematian
ibu tahun 2001 mencatat sebanyak 64.471 bayi yang seharusnya hidup di Papua,
namun hanya 51.460 bayi yang bertahan hidup. Angka kematian bayi mencapai 122
per 1000 kelahiran hidup. Dari 47.709 balita yang hidup terdapat 3.751 balita
yang meninggal dengan angka kematian balita mencapai 64/1000 kelahiran hidup.
Sedangkan berdasarkan hasil survey kesehatan ibu dan anak di Papua tahun 2003
yang dilakukan Unicef Papua
tercatat kematian ibu dan bayi baru lahir sebanyak 1.025 per 100.000 kelahiran
hidup. Tahun 2003 menurut survey Departemen Kesehatan, angka kematian ibu di
Papua tercatat kematian ibu dan bayi baru lahir sebesar 1.161 per 100.000
kelahiran hidup. Dibandingkan dengan angka nasional yakni 350 per 100.000, maka
situasi kesehatan ibu dan anak di Papua masih jauh di bawah standar nasional
Rata-rata angka
kematian bayi di provinsi Papua adalah sebesar pada tahun 2005 adalah sebesar
56.65 per seribu kelahiran. Angka kematian bayi terbesar ada di Kabupaten
Merauke yang mencapai 87.55 per seribu kelahiran.
Kabupaten Merauke,
yang merupakan salah satu wilayah kerja World Vision Indonesia dan mitranya
Wahana Visi Indonesia, merupakan salah satu kabupaten di Indonesia dengan
tingkat permasalahan gizi pada balita yang cukup signifikan, antara lain: 26.4%
pendek, 22% mempunyai berat badan kurang dan 14.8% kurus.
Berdasarkan
Penelitian “Survai dasar gizi dan kesehatan di wilayah kerja World vision
indonesia dan wahana visi indonesia Di kabupaten merauke” maret 2012, diperoleh
hasil sebagai berikut
1.
Status Gizi Balita
Masalah kekurangan gizi pada balita,
baik akut ataupun kronis yang terjadi di area survai menunjukkan masalah
kesehatan
masyarakat
yang tergolong medium.
Proporsi dari tiga
masalah kekurangan gizi didaerah penelitian, lebih rendah dan berada diluar
selang kepercayaan (confidence interval) dari hasil RISKESDAS 2008, dimana
ditemukan proporsi anak yang pendek, kurus dan berat badan kurang masing-masing
26.4%, 14.8% dan 22% (Depkes 2008). Perbedaan ini terjadi dimungkinkan karena
adanya perbedaan daerah sampling dan jumlah sampel. Pada penelitian ini, daerah
yang dipilih adalah wilayah area dampingan WVI yang letaknya lebih banyak di
area perkotaan.
Pada usia sangat dini
(0-5 bulan), prevalensi kekurangan gizi relatif rendah. Selama periode makanan
pendamping ASI (6-11 bulan), prevalensi gizi buruk akut, yang diindikasikan
oleh prevalensi balita kurus, meningkat sangat tajam sampai pada tingkat
tinggi. Selanjutnya, pada usia 12-23 bulan, prevalensi kekurangan gizi kronis,
seperti ditunjukkan oleh prevalensi balita pendek, mulai meningkat dari
tingkat rendah ke tingkat menengah disertai penurunan prevalensi balita kurus.
Karena sifatnya yang kronis, peningkatan prevalensi balita pendek cenderung
stabil pada tingkat menengah, sementara prevalensi balita kurus berfluktuasi
secara signifikan dalam kurun waktu lima tahun pertama.
2. Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Ibu Balita
Secara umum (>
40%), pengetahuan ibu balita tergolong masih kurang (Gambar 6). Tingkat pengetahuan
ibu dalam hal ASI dan MPASI, makanan sumber zat besi dan vitamin A, pemantauan
pertumbuhan, program vitamin A, perawatan diare dan imunisasi tergolong masih
memprihatinkan.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rata-rata angka
kematian bayi di provinsi Papua adalah sebesar pada tahun 2005 adalah sebesar
56.65 per seribu kelahiran. Angka kematian bayi terbesar ada di Kabupaten
Merauke yang mencapai 87.55 per seribu kelahiran.
Kabupaten Merauke,
yang merupakan salah satu wilayah kerja World Vision Indonesia dan mitranya
Wahana Visi Indonesia, merupakan salah satu kabupaten di Indonesia dengan
tingkat permasalahan gizi pada balita yang cukup signifikan, antara lain: 26.4%
pendek, 22% mempunyai berat badan kurang dan 14.8% kurus.
B. Saran
Peran orang tua sangat diperlukan dalam
memberikan makanan yang bergizi dan mengajarkan anak untuk mengonsumsi atau
memilih makanan yang bergizi. Pendekatan yang baik dengan anak dan komunikasi
atau cara penyampain pendidikan dasar mengenai makanan yang bergizi dapat
membuat anak lebih berhati-hati dalam memilih makanan atau jajanan. Perhatian
dari kedua orang tua sangat diperlukan terutama pada jajanan dan makanan
kesukaannya. Makanan yang diberikan saat dirumah hendaknya memperhatikan nilai
gizi dengan menyesuaikan kondisi social ekonomi keluarga.
DAFTAR
PUSTAKA
Jurnal Gizi dan Pangan tentang SURVAI DASAR GIZI DAN KESEHATAN DI WILAYAH KERJA
WORLD VISION INDONESIA DAN WAHANA VISI INDONESIA DI KABUPATEN MERAUKE, tahun 2012
http://renycahya.blogspot.com/2012/04/makalah-kekurangan-gizi-neonatus.html (diakses
tanggal 23 Maret 2013)
http://medicastore.com/penyakit/954/Kekurangan_Gizi_Malnutrisi_.html (diakses tanggal 23 Maret 2013)
http://www.batukar.info/wiki/kesehatan-papua (diakses tanggal 23 Maret 2013)
http://www.bharatanews.com/berita-4431-di-merauke-kasus-gizi-buruk-masih-tinggi.html (diakses tanggal 23 Maret 2013)
http://mhs.blog.ui.ac.id/putu01/2012/01/09/dampak-dari-gizi-kurang/ (diakses tanggal 25 Maret 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar