PERILAKU
MEROKOK
Disusun
oleh Kelompok 3 Kelas L_2 :
1.
Baitur
Rahman Merja (141 2011 0334)
2.
Muh.
Asfar Sadik (141 2011 0285)
3.
Andi
Ilham (141 2011 0200)
4.
Arya
Linggar E. (141 2011
0290)
FAKULTAS KESEHATAN
MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
BAB
I
PEDAHULUAN
PEDAHULUAN
Manusia memiliki berbagai macam kebiasaan. Mulai dari
berolahraga, membaca, menulis, mengarang,dan sebagainya.Di antara sekian banyak
kebiasaan manusia, ada salah satu kebiasaan manusia yang sangat merugikan bagi
kesehatan mereka.Anehnya, kebiasaan yang tidak baik ini sering dilakukan oleh
masyarakat kita, yakni kebiasaan merokok. Merokok sendiri bukanlah hal yang
dianggap tabu oleh masyarakat kita,meskipun yang melakukannya adalah anak yang
masih duduk di bangku sekolah.Hal ini sangat memprihatinkan, karena sebagaimana
kita ketahui bahwa di dalam rokok terdapat banyak zat beracun yang nantinya
akan mengganggu kesehatan tubuh kita.
Untuk itu dengan dibuatnya makalah ini diharapkan warga
masyarakat dapat sadar dan segera meninggalkan atau mengurangi kebiasaan mereka
yang tidak baik.Karena bagaimanapun juga dampak rokok bagi kesehatan pelaku
(perokok aktif) maupun kesehatan orang yang terkena paparan asap rokok perokok
aktif (perokok pasif) sangat besar,karena zat beracun yang terkandung di
dalamnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengetahuan Tentang Rokok
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap beberapa
siswa SMP dan salah seorang Tukang Bentor, maka kami memperoleh informasi bahwa
Tukang bentor mengetahui rokok pertama kali dari temannya sejak duduk di bangku
SD. Sedangkan siswa SMP memperoleh pengetahuan tentang merokok dari bapaknya
sendiri. Menurutnya, bapaknya sendiri yang mengajarinya tentang rokok. Ini
membuktikan faktor yang menyebabkan seseorang merokok termasuk teman dan
keluarga.
Hal ini sesuai dengan pendapat Leventhal (Smet, 1994) yang
menyatakan bahwa merokok tahap awal itu dilakukan dengan teman-teman (64%),
seorang anggota keluarga bukan orangtua (23%), tetapi secara mengejutkan bagian
besar juga dengan orang tua(14%). Hal ini mendukung hasil penelitian Komalasari
dan Helmi (2000) yang mengatakan bahwa ada tiga faktor penyebab perilaku
merokok pada remaja yaitu kepuasan psikologis, sikap permisif orangtua terhadap
perilaku merokok remaja dan pengaruh teman sebaya.
Menurut Oskamp (Smet, 1994) seseorang mulai merokok
terjadi akibat pengaruh lingkungan sosial : teman-teman, kawan sebaya,orang
tua, saudara-saudara dan media. Sedangkan menurut smet (1994) menyatakan bahwa
seseorang merokok karena faktor-faktor sosio cultural seperti kebiasaan budaya,
kelas sosial, gengsi dan tingkat pendidikan.
Banyak faktor merokok yang mendorong seseorang
mengkonsumsinya, diantaranya karena faktor lingkungan, kepribadian, ekonomis,
dan tekanan sosial.
Faktor lingkungan.
Banyak remaja mulai mengenal dan
kemudian menjadi perokok pemula karena berawal dari rumah. Kebiasaan orang tua
merokok ternyata memberi dampak bagi perilaku remaja untuk mencoba rokok. Dalam
Journal of Consumer Affairs disebutkan bahwa orang tua perokok akan berpengaruh
dalam mendorong anak mereka untuk menjadi perokok pemula di usia remaja.
Diperkirakan faktor merokok ini akan meningkatkan kemungkinan merokok 1,5 kali
pada anak lelaki dan 3,3 kali lebih besar pada anak perempuan.
Secara psikologis, toleransi orang tua
terhadap asap rokok di rumah akan membentuk nilai bagi anak bahwa merokok
adalah hal yang boleh-boleh saja dilakukan, dan mereka juga merasa bebas untuk
merokok karena tidak ada sangsi moral yang diberikan oleh orang tua. Pada tahap
selanjutnya, banyak penelitian membuktikan bahwa perokok pemula di usia remaja
lebih dari setengahnya akan menjadi perokok berat saat mereka berusia 30-40
tahun kelak. Selain itu faktor lingkungan teman dan pergaulan juga memberi
pengaruh besar terhadap remaja untuk menjadi perokok pemula. Banyak orang
terdorong menjadi perokok pemula untuk menyesuaikan diri pada sebuah komunitas
pergaulan, rokok membuat mereka merasa lebih diterima oleh banyak orang.
Faktor kepribadian.
Secara kepribadian, kondisi mental
yang sedang menurun seperti stres, gelisah, takut, kecewa, dan putus asa sering
mendorong orang untuk menghisap asap rokok. Mereka merasa lebih tenang dan
lebih mudah melewati masa-masa sulit setelah merokok. Memang tak bisa
dipungkiri bahwa ada 2 hal dari rokok yang memberi efek tenang, yaitu nikotin
dan isapan rokok. Dalam dosis yang tertentu, asupan nikotin akan merangsang
peroduksi dopamine (hormon penenang)di otak, maka faktor merokok ini membuat
seseorang akan merasa lebih tenang setelah menghisap rokok, tetapi ini hanya
sesaat dan akan berbalik menjadi efek buruk bagi kesehatan secara permanen.
Ditambahkan lagi, dari sebuah literatur disebutkan bahwa gerakan bibir
menghisap dan menghembuskan lagi asap rokok memberi efek tenang secara psikis.
Dianalogikan bahwa gerakan ini seperti pada gerak refleks seseorang saat
menghela nafas untuk menenangkan dirinya saat menghadapi masalah.
Faktor ekonomis dan tekanan sosial.
Harga rokok yang sangat terjangkau
juga membuat banyak perokok pemula merasa ringan untuk mencicipi rokok, begitu
rokok menjadi bagian hidupnya maka ia akan terus membeli rokok dan menjadi
perokok berat di kemudian hari. Kemudian tekanan sosial juga membuat banyak
perokok pemula memliki pandangan bahwa rokok merupakan simbol laki-laki. Media
masa merupakan sarana utama yang membentuk persepsi demikian. Bagaimana tidak,
iklan rokok selalu digambarkan sebagai simbol lelaki sejati yang perkasa,
jantan, tampan, glamour, dan kreatif. Ini menjadi daya pikat tersendiri baik
bagi perokok pemula maupun perokok berat.
Hampir semua orang tahu merokok itu
menyebabkan kanker paru-paru dan perokok mungkin sering bermain-main dengan
risikonya mengidap penyakit tersebut. Kecanduan bisa saja menjadi alasan orang
untuk beralih dari kebiasaan merokok agar terhindar dari kanker paru-paru namun
sepertinya kemungkinan untuk itu kecil.
Hasil yang mengkhawatirkan ini pun
menunjukkan bahwa tingginya tingkat ketidaktahuan tentang penyakit-penyakit
berbahaya akibat merokok ini bisa berakibat sangat fatal. Hal ini karena hanya
ada dua cara untuk menghilangkan penyakit akibat merokok: membantu perokok
untuk berhenti dan mencegah generasi muda untuk mulai merokok," ujar
Profesor Robert West, pakar stop merokok dari Cancer Research UK.
Dalam hal ini kami mendapat jawaban yang berbeda. Para Siswa
SMP mengaku mengetahui akibat dari merokok karena pernah merasakan keluhan
seperti batuk-batuk dan sakit pada dada. Sedangkan tukang bentor mengatakan
bahwa ia tidak mengetahui apa bahaya dari merokok. “biasa-biasa saja” ujarnya.
Dalam hal bahan-bahan kimia yang terkandung didalam
rokok, salah satu siswa SMP mengetahui adanya bahan kimia yang terkandung
didalam rokok dengan menyebutkan Nikotin. Tetapi lain halnya dengan tukang
bentor yang tidak mengetahui adannya bahan kimia yang terdapat didalam rokok.
Menurutnya biasa-biasa saja.
Dalam hal bahaya asap rokok bagi orang lain, tukang bentor
megetahui bahwa asap rokok berbahaya bagi orang lain tapi tidak bagi dirinya
sendiri, tetapi para siswa SMP tidak mengetahui bahwa asap rokok berbahaya bagi
orang lain. Hal ini mungkin disebabkan karena merokok sudah diajarkan sejak
masih kecil dan belum mengetahui mana yang baik dan yang buruk, jadi mereka
tidak mengetahui apa akibat dari asap rokok rokok bagi orang lain.
Notoatmodjo (2003) mengatakan, Dalam hal merokok, dapat
di jelaskan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan yang cukup terkait rokok
cenderung untuk tidak merokok, sebaliknya, seseorang yang memiliki pengetahuan
kurang tentang rokok cenderung berperilaku merokok.
B.
Sikap Terhadap Rokok
Seperti kita ketahui bersama bahwa merokok sangat bahaya
bagi kesehatan, tapi mengapa mereka masih merokok. Menurut tukang bentor
mengatakan “kalau tidak merokok kaya orang bodo-bodo”. Sedangkan menurut para
siswa SMP mengatakan karena mereka sudah kecanduan, makanya mereka tetap saja
merokok. Dan ada juga salah satunya yang mengatakan bahwa jika tidak merokok
rasanya mau terus meludah.
Mereka masih merokok karena nikotin dalam rokok yang
sangat adiktif. Zat adiktif adalah obat serta bahan-bahan aktif yang apabila
dikonsumsi oleh organisme hidup dapat menyebabkan kerja biologi serta
menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin
menggunakannya secara terus-menerus yang jika dihentikan dapat memberi efek
lelah luar biasa atau rasa sakit luar biasa. Penyebab lain karena rokok
memberikan kenyamanan psikologis bagi beberapa orang. Mungkin alasan yang
paling utama karena berhenti merokok sangat
sulit.
Bagi kebanyakan orang mungkin rokok adalah suatu
kebutuhan pokok. Banyak orang yang jika tidak merokok satu hari saja badan
serasa pegal-pegal dan tak bertenaga. Kondisi seperti ini sudah masuk dalam
kategori kecanduan. Hal ini dapat sangat berbahaya karena rokok mengandung
zat-zat yang bersifat racun dan apabila zat-zat tersebut terhirup atau
terkonsumsi oleh tubuh dapat menyebabkan penyakit seperti asma, angina, kanker
paru-paru dan gangguan-gangguan kesehatan seperti yang tertera pada
bungkus-bungkus rokok.
Dari hasil wawancara kami tentang
berhenti merokok, ternyata keduanya mempunyai jawaban yang sama. Yaitu tidak
pernah mencoba (berniat) untuk berhenti dari kegiatan merokok itu. Menurut
tukang bentor, dia hanya berhenti merokok ketika waktu tidur. Mungkin karena
mereka enak dan tenang saat mereka merokok sehingga membuat mereka lupa untuk
berhenti merokok. Dan mungkin juga karena mereka belum merasakan dampak yang
lebih parah tentang akibat dari merokok.
Sebenarnya sekitar 70-80% perokok ingin berhenti merokok
tetapi hanya kurang sparuh dari mereka yang akhirnya benar-benar dapat berenti
merokok total sebelum usia 60 tahun. Malahan ada data yang menyebtkan bahwa
walaupun sampai 40% perokok secara serius mencoba berhenti merokok, tetapi
ternyata hanya 3% yang benar-benar berhenti dalam 6 bulan mendatang. Karena
itu, kendati berbagai kampanye telah dilakukan, perlu terus dicari teknik
berhenti merokok yang ampuh. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain
niat yang kuat, melakukan beberapa teknik/berkonsultasi dengan dokter/klinik
berhenti merokok, menggunakan obat-obat tertentu.
Dari hasil wawancara yang kami dapatkan, ternyata
rata-rata mereka tidak ada yang setuju dengan program anti rokok. Menurut siswa
SMP “kalau tidak ada rokok mati semua anak muda”. Sedangkan tukang bentor tidak
terlalu pusing dengan adanya program anti rokok. Dibuktikan dengan jawabannya
yang mengatakan “biasa-biasa saja”.
Padahal, jika kita berpikir secara logis, program anti
rokok memiliki dampak yang positif, yaitu berkurangnya perokok yang sangat
merugikan baik diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar. Bukan
menimbulkan dampak yang negatif.
C.
Tindakan terhadap Rokok
Pada umumnya jawaban dari siswa SMP dan tukang bentor
memiliki kesamaan dalam hal perasaan yang timbul ketika sedang merokok. Umumnya
mereka mengatakan jika merokok, yang mereka rasakan yaitu enak dan tenang.
Tidak dapat dielakkan bahwa merokok memberi faedah kepada
penghisap dimana rokok dapat memberi ketenangan tertentu kepada penghisap untuk
jangka waktu tertentu. Ketenangan ini dirasakan sendiri oleh mereka yang
merokok.
Dalam hal tindakan yang dilakukan jika ada orang yang
merokok disamping mereka, kami menemukan jawaban yang berbeda. Siswa SMP yang
merokok mengatan jika ada orang disamping yang merokok, mereka akan meminta.
Sedangkan siswa SMP yang tidak merokok mengajakan jika ada orang yang merokok
disampingnya maka dia akan pergi dan menjauh. Lain halnya dengan jawaban dari
tukang bentor yang mengatakan jika disampingnya ada orang yang merokok, maka
yang dia lakukan adalah menutup hidungnya dengan menggunakan baju kaosnya. Hal
in membuktikan bahwa sebenarnya merokok orang yang merokok itu dapat merugikan
tidak hanya dirinya sendiri, tapi orang lain dan juga lingkungan sekitar.
D.
Upaya Pencegahan
Agen sosialisasi dalam perilaku
merokok adalah keluarga dan lingkungan teman sebaya. Sementara itu, perilaku
merokok lebih berkaitan dengan aspek emosional. Beberapa saran yang mungkin
bisa dilakukan untuk mencegah seseorang berperilaku merokok, antara lain:
a. Bagi orang tua yang menginginkan
anaknya tidak merokok maka anggota keluarga tidak disarankan merokok atau tidak
memberikan pengukuh positif ketika remaja merokok.
b. Teman sebaya memberikan kontribusi
yang cukup besar kepada remaja untuk merokok, dalam hal ini jika orang tua
tidak menginginkan anaknya merokok, maka orang tua perlu waspada terhadap
kelompok teman sebaya anak-anaknya.
c. Perilaku merokok lebih didasarkan
atas pertimbangan emosional. Berkaitan dengan masalah tersebut, upaya preventif
maupun kuratif. Sebaiknya tidak menggunakan pendekatan kognitif seperti
pemberian informasi bahaya-bahaya atau dampak negatif merokok, tetapi
sentuhan-sentuhan afeksional perlu dilakukan.
Selain itu, ada juga beberapa upaya
yang telah dilakukan oleh pemerintah, antara lain:
- Upaya yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan bu-kan suatu kampanye anti merokok, tetapi penyuluhan tentang hubungan rokok dengan kesehatan.
- Sasaran yang ingin dijangkau adalah sasaran-sasaran ter-batas yaitu : petugas kesehatan, para pendidik, para murid sekolah, para pemuka, anak dan remaja, para wanita, terutama ibu hamil.
- Kegiatan diutamakan pada pencegahan bagi yang belum merokok.
- Menanamkan pengertian tentang etika merokok, misalnya:
- Tidak merokok di tempat-tempat umum, seperti gedung bioskop, bis kota, gedung-gedung pertemuan dan sebagainya
- Tidak merokok waktu sedang melaksanakan tugas, mi-salnya dokter waktu memeriksa pasien, guru waktu mengajar dan sebagainya.
- Tidak merokok dekat anak-anak/bayi.
Bagi yang belum pernah merokok,
sebaiknya jangan mencoba-coba merokok karena dapat membahayakan hidup kita.
Terlebih lagi di zaman yang sudah tidak sehat ini, kita harus pandai-pandai
menjaga kesehatan. Biasakan untuk hidup sehat, karena hidup sehat merupakan
awal dari sebuah keberhasilan.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perilaku merokok adalah perilaku yang dipelajari. Proses
belajar dimulai dari sejak masa anak-anak, sedangkan proses menjadi perokok
pada masa remaja. Proses belajar atau sosialisasi tampaknya dapat dilakukan
melalui transmisi dari generasi sebelumnya yaitu transmisi vertikal (dari
lingkungan keluarga, lebih spesifik sikap permisif orang tua terhadap
perilaku merokok remaja) dan transmisi horizontal (melalui lingkungan teman
sebaya). Namun demikian, yang paling besar memberikan kontribusi adalah
kepuasan-kepuasan yang diperoleh setelah merokok (rokok memberikan kontribusi
yang positif). Pertimbangan-pertimbangan emosional lebih dominan dibandingkan
pertimbangan-pertimbangan rasional bagi perokok.
Dari hasil wawancara yang kami lakukan terhadap beberapa
pelajar SMP dan salah seorang tukang bentor, kami dapat menyimpulkan bahwa
sangat kurangnya pengetahuan mereka tentang rokok itu sendiri. Dibuktikan
dengan tidak tahunya mereka tentang bahaya dari merokok, dan kandungan dari
rokok itu sendiri.
B.
Saran
Diharapkan dengan adanya informasi ini kita dapat lebih
mengetahui tentang pengaruh dan dampak ataupun akibat dari rokok itu sendiri
walaupun para penggunanya tidak merasakan efek dari rokok yang dikonsumsi
setiap hari.
DAFTAR
PUSTAKA
6.
http://fisip.uns.ac.id/blog/jeje/2011/03/28/perilaku-merokok-pada-remaja/
7. http://rahmandtb.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar