Jumat, 26 Oktober 2012
Kode Warna
Terima kasih atas kunjungan teman-teman semua yang mau singgah dan mampir sebenta di blog saya ini. pada kesempatan kali ini saya akan mempublikasikan beberapa kode-kode warna. dimana kode-kode ini
Renungan Idul Adha Korbankan “Ismail”-mu (Ketaatan dan Pengorbanan untuk Tegaknya Syariah dan Khilafah)
[Al-Islam 628] Hari ini kaum muslimin di seluruh
dunia menggemakan pujian atas kebesaran Allah Swt. Langit pun bergemuruh
dengan suara takbir, tahlil dan tahmid. Sementara itu lebih dari 2 juta
saudara kita kaum muslimin lainnya saat ini berada di tanah suci tengah
menunaikan ibadah haji.
Jumat, 19 Oktober 2012
Vonis Mati Bandar Narkoba Dibatalkan Peredaran Narkoba Kencang
[Al Islam 627] Juru Bicara MA Djoko Sarwoko dalam
jumpa pers, Jumat (12/10/2012), menuturkan bahwa presiden Yudhoyono
mengabulkan permohonan grasi terpidana mati kasus narkoba Deni Setia
Maharwan alias Rafi dan Merika Pranola alias Ola alias Tania dan
mengubah hukuman keduanya menjadi penjara seumur hidup. Grasi kepada
Deni diberikan melalui Keppres Nomor 7/G/2012 tanggal 25 Januari 2012.
Sedangkan grasi untuk Ola yang satu kelompok dengan Deni diberikan pada
26 September 2011 dengan Keppres Nomor 35/G/2011. Presiden SBY melalui
Keppres Nomor 22/G/2012 tanggal 15 Mei 2012 juga memberikan grasi kepada
Schapelle Leigh Corby (34 th) warga Australia narapidana narkoba di LP
Kerobokan Bali dan mengurangi hukumannya dari 20 tahun menjadi 15 tahun.
Mimpi Pemberantasan Korupsi
[Al Islam 626] Setelah ditunggu-tunggu, Presiden Susilo bambang Yudhoyono akhirnya tegas memerintahkan Polri untuk menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus hukum dugaan korupsi simulator mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (Kompas, 9/10). Itu adalah salah satu kesimpulan dari pidato Presiden SBY pada senin malam (8/10).
Minggu, 07 Oktober 2012
Problem Kesejahteraan
[Al Islam 625] Ribuan buruh melakukan aksi
besar-besaran di 35 kabupaten/kota, di 12 provinsi. Aksi itu merupakan
realisasi dari rencana mogok nasional untuk menyuarakan dan
memperjuangkan tuntutan atas penghapusan sistem lepas daya (outsourching), perbaikan tingkat upah, dan pemberian jaminan sosial kesehatan mulai 2014. Intinya adalah tuntutan peningkatan kesejahteraan
Rohis : Persemaian Keshalehan Bukan Sarang Teroris
z[Al Islam 624] Dalam dua minggu belakangan muncul
semaca “tuduhan”, Rohis menjadi sarang teroris. Pemicunya dalah dialog
dalam Program Metro Hari Ini, Edisi 5 September, di Metro TV dengan tag line
yang provokatif “Awas, Generasi Baru Teroris”. Dalam acara itu
ditampilkan info grafis pola rekrutmen teroris muda: 1. Sasarannya
siswa SMP akhir – SMA dari sekolah-sekolah umum; 2. Masuk melalui
program ekstra kurikuler di masjid-masjid sekolah; 3. Siswa-siswi yang
terlihat tertarik kemudian diajak diskusi di luar sekolah; 4. Dijejali
berbagai kondisi sosial yang buruk, penguasa korup, keadilan tidak
seimbang; dan 5. Dijejali dengan doktrin bahwa penguasa adalah
thoghut/kafir/musuh
Ya Khalifah: Keparat-keparat Amerika Melecehkan Rasulullah Saw Sementara para Penguasa Kaum Muslimin Tidak Berani
Al-Islam edisi 623, 21 September 2012-5 Dzulqa’dah 1433 H
Pernyataan Maktab I’lami Pusat Hizbut Tahrir
Wacana Sertifikasi Ulama ala BNPT: Percobaan Kriminalisasi Ulama dan Pemikiran Islam!
[Al Islam 622] Dalam seminar “Teror Tak Kunjung
Usai” Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris, mewacanakan
sertifikasi dai dan ustadz. Menurutnya, dengan sertifikasi, maka
pemerintah dapat mengukur sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan
gerakan radikal sehingga dapat diantisipasi. Ia mencontohkan di
Singapura dan Arab Saudi hal itu telah berjalan efektif mencegah
terjadinya radikalisme agama (lihat, detiknews.com, 8/9)
BENTROK SAMPANG: Antara Perbedaan Paham dan Kepentingan Politik
[Al Islam 521] Bentrok antar warga kembali meletus
pada 26 Agustus di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan
Omben dan Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang,
Madura. Bentrok itu terjadi antara dua kelompok pengikut Tajul Muluk
yang berfaham Syi’ah dengan warga Karang Gayam dan Blu’uran yang
berfaham Ahlus Sunnah
Urbanisasi dan Buruknya Ri’ayah Oleh Negara
Al-Islam edisi 620, 31 Agustus 2012 – 13 Syawal 1433 H
Rakyat negeri ini masih terus merasakan buruknya ri’ayah atas kepentingan dan urusan mereka. Hal itu tercermin dari masalah kecelakaan lalu lintas selama mudik, masalah urbanisasi dan ketimpangan pembangunan, dan sebagainya
Rakyat negeri ini masih terus merasakan buruknya ri’ayah atas kepentingan dan urusan mereka. Hal itu tercermin dari masalah kecelakaan lalu lintas selama mudik, masalah urbanisasi dan ketimpangan pembangunan, dan sebagainya
Renungan Akhir Ramadhan: Kokohkan Iman, Tegakkan Syariah dan Khilafah
[Al Islam 619] Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberi
kita kesempatan menikmati keberkahan bulan Ramadhan dan menyampaikan
kita ke sepuluh hari terakhirnya. Semoga Allah SWT izinkan kita
menyempurnakan Ramadhan ini dengan shaum dan segenap amalan ibadah dan
ketaatan di dalamnya serta meraih derajat takwa. Hingga tiba saatnya
nanti gema takbîr, tahlîl, dan tahmîd kita
kumandangkan sebagai wujud kesadaran kita bahwa kita adalah kecil dan
hanya Dia yang Maha Agung, sebagai bukti ketundukan kita kepada-Nya
bahwa tidak ada ilâh yang wajib disembah kecuali Dia, dan
sebagai pernyataan syukur kita bahwa segenap kenikmatan yang kita
rasakan hanyalah berasal dari-Nya.
Menjadikan Al-Quran Sebagai Pedoman Hidup
[Al Islam 618] Peristiwa turunnya al-Quran di
bulan Ramadhan setiap tahun senantiasa diperingati, begitu pula tahun
ini seperti yang marak dilakukan pada hari-hari ini. Peringatan itu
dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas diturunkannya al-Quran.
Ramai dan semaraknya peringatan Nuzulul Quran di negeri ini patut
mendapat apresiasi. Namun tentu saja peringatan itu tidak boleh
berhenti hanya sebatas seremonial semata seperti yang terlihat selama
ini.
Pengkerdilan Al-Quran
Seruan “membumikan al-Quran” oleh orang-orang liberal dimaknai sebagai reaktualisasi al-Quran. Reaktualisasi al-Quran dimaknai bahwa kandungan al-Quran harus ditafsirkan sedemikian rupa hingga sejalan dengan realitas aktual. Agar al-Quran sejalan dengan perkembangan zaman modern maka harus ditafsirkan ulang supaya bisa sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan pemaknaan seperti itu akhirnya al-Quran ditundukkan pada perkembangan zaman. Bagaimana mungkin al-Quran justru ditundukkan pada realitas rusak saat ini, padahal al-Quran itu diturunkan untuk menjadi petunjuk hidup umat manusia?
Bahkan ada yang lebih lancang dengan menggugat keaslian al-Quran. Ada juga yang menuduh bahwa al-Quran itu tidak lepas dari ucapan dan pengungkapan Muhammad yang tidak bisa dilepaskan oleh pengaruh konteks zamannya. Seruan dan tuduhan seperti itu pada akhirnya justru akan merusak keyakinan umat akan kesucian al-Quran dan bahwa al-Quran itu merupakan wahyu dari Allah SWT baik lafazh maupun isinya sehingga pasti benar. Tak diragukan lagi bahwa seruan seperti itu bukan mendekatkan kepada al-Quran tapi sebaiknya justru menjauhkkan umat dari al-Quran. Sayangnya seruan yang berasal dari para orientalis itu justru diusung orang muslim yang dianggap intelektual. Tentu saja seruan itu dan semacamnya harus diwaspadai oleh umat siapapun yang membawanya.
Disamping semua itu, juga ada beberapa sikap keliru terhadap al-Quran. Kadang kala yang terjadi adalah mistikasi al-Quran. Al-Quran diangap sebagai ajimat pengusir setan. Padahal, al-Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia, penjelasan atas petunjuk itu dan pembeda antara hak dan batil, benar dan salah, baik dan buruk serta terpuji dan tercela.
Begitu juga, sudah mentradisi, setiap tahun turunnya al-Quran dirayakan secara seremonial. Al-Quran dibaca dan didendangkan dengan merdu di arena MTQ, tadarusan al-Quran juga marak, dsb. Namun sayang, aktivitas tersebut belum diikuti dengan pemahaman atas maksud diturunkannya al-Quran. Al-Quran yang diturunkan sebagai solusi atas persoalan yang dihadapi oleh umat manusia, justru dijauhkan dari kehidupan.
Al-Quran merupakan kalamullah dan membacanya merupakan ibadah. Betul, bagi seorang Muslim, sekadar membacanya saja berpahala (Lihat: QS al-Fathir [35]: 29), bahkan pahala itu diberikan atas setiap huruf al-Quran yang dibaca. Akan tetapi, yang dituntut oleh Islam selanjutnya adalah penerapan atas apa yang dibaca. Sebab, al-Quran bukan sekedar bacaan dan kumpulan pengetahuan semata, tetapi petunjuk hidup bagi manusia. Al-Quran tidak hanya sekadar dibaca dan dihapalkan saja, melainkan juga harus dipahami dan diamalkan isinya dalam kehidupan sehari-hari.
Sering kita mendengar pernyataan bahwa al-Quran adalah pedoman hidup. Tetapi nyatanya al-Quran tidak dijadikan sebagai sumber hukum untuk mengatur kehidupan. Al-Quran hanya diambil aspek moralnya saja sementara ketentuan dan hukum-hukumnya justru ditinggalkan.
Semua sikap itu sering diklaim sebagai sikap mengagungkan al-Quran. Disadari atau tidak semua sikap itu masih terjadi di tengah masyarakat. Padahal sesungguhnya sikap-sikap itu bukan bentuk pengagungan terhadap al-Quran, tapi sebaliknya justru pengkerdilan terhadap al-Quran. Bahkan boleh jadi semua itu termasuk sikap yang diadukan oleh Rasulullah saw dalam firman Allah SWT:
Imam Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya, Tafsîr al-Qurân al-’Azhîm, mencontohkan sikap hajr al-Qurân (meninggalkan atau mengabaikan al-Quran). Diantaranya adalah menolak untuk mengimani dan membenarkan al-Quran; tidak mau menyimak dan mendengarkannya, bahkan membuat kegaduhan dan pembicaraan lain sehingga tidak mendengar al-Quran saat dibacakan; tidak mentadaburi dan memahaminya; tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya, dan berpaling darinya lalu berpaling kepada selainnya, baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, ucapan, atau thariqah yang diambil dari selain al-Quran.
Selain itu Allah SWT mensifati kaum yang melakukan hal itu dengan sifat yang sangat jelek. Hal itu seperti ketika Allah SWT mensifati kaum Yahudi di dalam firman-Nya:
Melalui ayat tersebut, Allah mensifati kaum yang memikul wahyu tanpa melaksanakannya laksana keledai yang membawa kitab-kitab tebal. Apa yang ada dalam perasaan kita ketika kita tidak melaksanakan al-Quran, lalu Allah SWT mengumpamakan kita seperti keledai? Orang yang beriman, bertakwa dan rindu akan ridla Allah Swt. Niscaya akan meneteskan air mata jika disebut begitu oleh Zat yang dia harapkan ampunan-Nya.
Menjadikan Al-Quran Sebagai Pedoman Hidup
Al-Quran sejatinya diturunkan oleh Allah untuk menjadi petunjuk, penjelasan atas petunjuk itu dan pembeda antara hak dan batil, benar dan salah, baik dan buruk serta terpuji dan tercela. Karenanya al-Quran itu harus dijadikan pedoman hidup. Untuk itu keimanan terhadap al-Quran haruslah totalitas, keseluruhannya, bagian per bagiannya, dan ayat per ayat yang ada di dalamnya. Mengingkari satu ayat al-Quran telah cukup menjerumuskan seseorang dalam kekafiran (QS. an-Nisa’ [04]:150-151).
Keimanan terhadap al-Quran itu mengharuskan untuk tidak bersikap ‘diskriminatif’ terhadap seluruh isi dan kandungan al-Quran. Tidak boleh terjadi, sikap bisa menerima tanpa reserve hukum-hukum ibadah atau akhlak, tetapi menolak hukum-hukum al-Quran tentang kekuasaan, pemerintahan, ekonomi, pidana, atau hubungan internasional. Sebab semuanya sama-sama berasal dari al-Quran dan sama-sama merupakan wahyu Allah SWT.
Karena itu tidak semestinya muncul sikap berbeda terhadap satu ayat dengan ayat lainnya. Jika ayat Kutiba ‘alaykum ash-shiyâm -diwajibkan atas kalian berpuasa- (QS. al-Baqarah [02]: 183), diterima dan dilaksanakan, maka ayat Kutiba ‘alaykum al-qishâsh -diwajibkan atas kalian qishash- (QS. al-Baqarah [02]: 178); atau Kutiba ‘alaykum al-qitâl -diwajibkan atas kalian perang- (QS. al-Baqarah [02]: 216) tentu juga harus diterima dan dilaksanakan. Tidak boleh muncul sikap keberatan, penolakan, bahkan penentangan dengan dalih apa pun. Sikap ‘diskriminatif’ akan berujung pada terabaikannya sebagian ayat al-Quran. Itu merupakan sikap mengimani sebagian al-Quran dan mengingkari sebagian lainnya. Sikap itu diancam oleh Allah akan mendapat kehinaan di dunia dan azab pedih di akhirat (QS al-Baqarah [2]: 85).
Menjadikan al-Quran sebagai pdoman hidup itu mengharuskan kita untuk mengambil dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum yang diberikan oleh al-Quran dan hadits Nabi saw, yakni hukum-hukum syariah Islam. Sebab al-Quran juga memerintahkan kita untuk mengambil apa saja yang dibawa Nabi saw dan meninggalkan apa saja yang beliau larang (QS al-Hasyr [33]: 7).
Ketentuan dan hukum yang dibawa oleh al-Quran dan hadits itu mengatur seluruh segi dan dimensi kehidupan (QS. an-Nahl [16]: 89). Berbagai interaksi yang dilakukan manusia, baik interaksi manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri, maupun dengan sesamanya, semua berada dalam wilayah hukum al-Qur’an dan hadits.
Hanya saja, ada sebagian hukum itu yang hanya bisa dilakukan oleh negara, semisal hukum-hukum yang berkaitan dengan pemerintahan dan kekuasaan, ekonomi, sosial, pendidikan, politik luar negeri, sanksi pidana, dsb. Hukum-hukum seperti itu tidak boleh dikerjakan individu dan hanya sah dilakukan oleh imam yakni khalifah atau yang diberi wewenang olehnya.
Karena itu, menjadikan al-Quran sebagai pedoman hidup itu tidak akan sempurna kecuali sampai pada penerapan hukum-hukum syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan totalitas. Dan itu tidak mungkin kecuali melalui kekuasaan pemerintahan dan dalam bingkai sistem yang menerapkan syariah, yang tidak lain sistem Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Peringatan Nuzulul Quran tahun ini hendaknya kita jadikan momentum untuk berkomitmen mewujudkan semua itu dalam tataran riil. Untuk itu hendaknya kita renungkan firman Allah SWT:
Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Pengkerdilan Al-Quran
Seruan “membumikan al-Quran” oleh orang-orang liberal dimaknai sebagai reaktualisasi al-Quran. Reaktualisasi al-Quran dimaknai bahwa kandungan al-Quran harus ditafsirkan sedemikian rupa hingga sejalan dengan realitas aktual. Agar al-Quran sejalan dengan perkembangan zaman modern maka harus ditafsirkan ulang supaya bisa sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan pemaknaan seperti itu akhirnya al-Quran ditundukkan pada perkembangan zaman. Bagaimana mungkin al-Quran justru ditundukkan pada realitas rusak saat ini, padahal al-Quran itu diturunkan untuk menjadi petunjuk hidup umat manusia?
Bahkan ada yang lebih lancang dengan menggugat keaslian al-Quran. Ada juga yang menuduh bahwa al-Quran itu tidak lepas dari ucapan dan pengungkapan Muhammad yang tidak bisa dilepaskan oleh pengaruh konteks zamannya. Seruan dan tuduhan seperti itu pada akhirnya justru akan merusak keyakinan umat akan kesucian al-Quran dan bahwa al-Quran itu merupakan wahyu dari Allah SWT baik lafazh maupun isinya sehingga pasti benar. Tak diragukan lagi bahwa seruan seperti itu bukan mendekatkan kepada al-Quran tapi sebaiknya justru menjauhkkan umat dari al-Quran. Sayangnya seruan yang berasal dari para orientalis itu justru diusung orang muslim yang dianggap intelektual. Tentu saja seruan itu dan semacamnya harus diwaspadai oleh umat siapapun yang membawanya.
Disamping semua itu, juga ada beberapa sikap keliru terhadap al-Quran. Kadang kala yang terjadi adalah mistikasi al-Quran. Al-Quran diangap sebagai ajimat pengusir setan. Padahal, al-Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia, penjelasan atas petunjuk itu dan pembeda antara hak dan batil, benar dan salah, baik dan buruk serta terpuji dan tercela.
Begitu juga, sudah mentradisi, setiap tahun turunnya al-Quran dirayakan secara seremonial. Al-Quran dibaca dan didendangkan dengan merdu di arena MTQ, tadarusan al-Quran juga marak, dsb. Namun sayang, aktivitas tersebut belum diikuti dengan pemahaman atas maksud diturunkannya al-Quran. Al-Quran yang diturunkan sebagai solusi atas persoalan yang dihadapi oleh umat manusia, justru dijauhkan dari kehidupan.
Al-Quran merupakan kalamullah dan membacanya merupakan ibadah. Betul, bagi seorang Muslim, sekadar membacanya saja berpahala (Lihat: QS al-Fathir [35]: 29), bahkan pahala itu diberikan atas setiap huruf al-Quran yang dibaca. Akan tetapi, yang dituntut oleh Islam selanjutnya adalah penerapan atas apa yang dibaca. Sebab, al-Quran bukan sekedar bacaan dan kumpulan pengetahuan semata, tetapi petunjuk hidup bagi manusia. Al-Quran tidak hanya sekadar dibaca dan dihapalkan saja, melainkan juga harus dipahami dan diamalkan isinya dalam kehidupan sehari-hari.
Sering kita mendengar pernyataan bahwa al-Quran adalah pedoman hidup. Tetapi nyatanya al-Quran tidak dijadikan sebagai sumber hukum untuk mengatur kehidupan. Al-Quran hanya diambil aspek moralnya saja sementara ketentuan dan hukum-hukumnya justru ditinggalkan.
Semua sikap itu sering diklaim sebagai sikap mengagungkan al-Quran. Disadari atau tidak semua sikap itu masih terjadi di tengah masyarakat. Padahal sesungguhnya sikap-sikap itu bukan bentuk pengagungan terhadap al-Quran, tapi sebaliknya justru pengkerdilan terhadap al-Quran. Bahkan boleh jadi semua itu termasuk sikap yang diadukan oleh Rasulullah saw dalam firman Allah SWT:
] وَقَالَ الرَّسُوْلُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوْا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوْرًا [
Dan berkatalah Rasul, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran ini sebagai sesuatu yang diabaikan" (TQS. al-Furqan [25]: 30)Imam Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya, Tafsîr al-Qurân al-’Azhîm, mencontohkan sikap hajr al-Qurân (meninggalkan atau mengabaikan al-Quran). Diantaranya adalah menolak untuk mengimani dan membenarkan al-Quran; tidak mau menyimak dan mendengarkannya, bahkan membuat kegaduhan dan pembicaraan lain sehingga tidak mendengar al-Quran saat dibacakan; tidak mentadaburi dan memahaminya; tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya, dan berpaling darinya lalu berpaling kepada selainnya, baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, ucapan, atau thariqah yang diambil dari selain al-Quran.
Selain itu Allah SWT mensifati kaum yang melakukan hal itu dengan sifat yang sangat jelek. Hal itu seperti ketika Allah SWT mensifati kaum Yahudi di dalam firman-Nya:
] مَثَلُ الَّذِينَ
حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ
يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآيَاتِ اللَّهِ [
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat
kemudian mereka tiada memikulnya (tidak mengamalkannya) adalah seperti
keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya
perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. (TQS al-Jumu'ah [62]: 5)Melalui ayat tersebut, Allah mensifati kaum yang memikul wahyu tanpa melaksanakannya laksana keledai yang membawa kitab-kitab tebal. Apa yang ada dalam perasaan kita ketika kita tidak melaksanakan al-Quran, lalu Allah SWT mengumpamakan kita seperti keledai? Orang yang beriman, bertakwa dan rindu akan ridla Allah Swt. Niscaya akan meneteskan air mata jika disebut begitu oleh Zat yang dia harapkan ampunan-Nya.
Menjadikan Al-Quran Sebagai Pedoman Hidup
Al-Quran sejatinya diturunkan oleh Allah untuk menjadi petunjuk, penjelasan atas petunjuk itu dan pembeda antara hak dan batil, benar dan salah, baik dan buruk serta terpuji dan tercela. Karenanya al-Quran itu harus dijadikan pedoman hidup. Untuk itu keimanan terhadap al-Quran haruslah totalitas, keseluruhannya, bagian per bagiannya, dan ayat per ayat yang ada di dalamnya. Mengingkari satu ayat al-Quran telah cukup menjerumuskan seseorang dalam kekafiran (QS. an-Nisa’ [04]:150-151).
Keimanan terhadap al-Quran itu mengharuskan untuk tidak bersikap ‘diskriminatif’ terhadap seluruh isi dan kandungan al-Quran. Tidak boleh terjadi, sikap bisa menerima tanpa reserve hukum-hukum ibadah atau akhlak, tetapi menolak hukum-hukum al-Quran tentang kekuasaan, pemerintahan, ekonomi, pidana, atau hubungan internasional. Sebab semuanya sama-sama berasal dari al-Quran dan sama-sama merupakan wahyu Allah SWT.
Karena itu tidak semestinya muncul sikap berbeda terhadap satu ayat dengan ayat lainnya. Jika ayat Kutiba ‘alaykum ash-shiyâm -diwajibkan atas kalian berpuasa- (QS. al-Baqarah [02]: 183), diterima dan dilaksanakan, maka ayat Kutiba ‘alaykum al-qishâsh -diwajibkan atas kalian qishash- (QS. al-Baqarah [02]: 178); atau Kutiba ‘alaykum al-qitâl -diwajibkan atas kalian perang- (QS. al-Baqarah [02]: 216) tentu juga harus diterima dan dilaksanakan. Tidak boleh muncul sikap keberatan, penolakan, bahkan penentangan dengan dalih apa pun. Sikap ‘diskriminatif’ akan berujung pada terabaikannya sebagian ayat al-Quran. Itu merupakan sikap mengimani sebagian al-Quran dan mengingkari sebagian lainnya. Sikap itu diancam oleh Allah akan mendapat kehinaan di dunia dan azab pedih di akhirat (QS al-Baqarah [2]: 85).
Menjadikan al-Quran sebagai pdoman hidup itu mengharuskan kita untuk mengambil dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum yang diberikan oleh al-Quran dan hadits Nabi saw, yakni hukum-hukum syariah Islam. Sebab al-Quran juga memerintahkan kita untuk mengambil apa saja yang dibawa Nabi saw dan meninggalkan apa saja yang beliau larang (QS al-Hasyr [33]: 7).
Ketentuan dan hukum yang dibawa oleh al-Quran dan hadits itu mengatur seluruh segi dan dimensi kehidupan (QS. an-Nahl [16]: 89). Berbagai interaksi yang dilakukan manusia, baik interaksi manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri, maupun dengan sesamanya, semua berada dalam wilayah hukum al-Qur’an dan hadits.
Hanya saja, ada sebagian hukum itu yang hanya bisa dilakukan oleh negara, semisal hukum-hukum yang berkaitan dengan pemerintahan dan kekuasaan, ekonomi, sosial, pendidikan, politik luar negeri, sanksi pidana, dsb. Hukum-hukum seperti itu tidak boleh dikerjakan individu dan hanya sah dilakukan oleh imam yakni khalifah atau yang diberi wewenang olehnya.
Karena itu, menjadikan al-Quran sebagai pedoman hidup itu tidak akan sempurna kecuali sampai pada penerapan hukum-hukum syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan totalitas. Dan itu tidak mungkin kecuali melalui kekuasaan pemerintahan dan dalam bingkai sistem yang menerapkan syariah, yang tidak lain sistem Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Peringatan Nuzulul Quran tahun ini hendaknya kita jadikan momentum untuk berkomitmen mewujudkan semua itu dalam tataran riil. Untuk itu hendaknya kita renungkan firman Allah SWT:
] فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى (123) وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا[
Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa
yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (QS Thaha [20] 12-124)Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar Al Islam
Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman: “Setelah gaji dinaikkan minimal Rp 10 juta/bulan, seharusnya seorang hakim lebih bersikap adil dan tidak melakukan praktik menyimpang.” (lihat, detikNews, 31/7)
1. Gaji tinggi sering tidak efektif mencegah praktik menyimpang selama sistem yang diterapkan adalah kapitalisme dan tidak disertai dengan ketakwaan hakim.
2. Dalam sistem hukum sekarang keadilan sulit diwujudkan sebab sistem hukumnya sendiri buruk dan zalim
3. Keadilan hukum hanya bisa diwujudkan dengan sistem hukum yang berasal dari Zat yang Maha Adil. Kuncinya mewujudkan keadilan hukum adalah penerapan syariah Islam secara utuh dan totalitas dalam bingkai Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah
Penerapan Syariah Islam Selamatkan Remaja dari Kenakalan dan Kriminalitas
[Al Islam 617] Kasus pembunuhan di Bojong Gede,
Depok, Jabar pada Rabu (18/7/2012) dini hari terhadap Jordan Raturomon
(50) dan anaknya, Edward Raturomon (20) terungkap. Salah satu pelakunya
adalah A, seorang remaja berusia 14 th. Kasus ini melengkapi empat
kasus pembunuhan lain oleh remaja dalam tiga bulan terakhir
Ramadhan: Singkirkan Sekulerisme Tegakkan Ketakwaan
[Al Islam 616] Marhaban ya Ramadhan. Bulan yang
penuh berkah, yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari
seribu bulan. Bulan yang telah Allah SWT jadikan didalamnya puasa
sebagai fardhu dan shalat malamnya sebagai tathawwu’. Bulan yang siapa
saja mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melakukan kebajikan,
samalah ia mengerjakan fardhu di bulan yang lain; dan barang siapa
melakukan fardhu, samalah ia dengan mengerjakan tujuh puluh fardhu di
bulan lain. Bulan yang Allah tebarkan di dalamnya beragam kebaikan.
Sungguh merugi seorang muslim yang menyia-nyiakan beragam amalan selama
Ramadhan tiba.
Kapitalisme Memiskinkan dan Menyengsarakan Rakyat
[Al Islam 615] Tak tahan dibelit kemiskinan,
Markiah dengan membawa anaknya yang berumur tiga tahun melompat dari
sebuah jembatan di Pulo Empang kota Bogor awal Juli lalu untuk
mengakhiri hidupnya. Pada Maret lalu di Bandung, seorang ibu bunuh
diri karena tak tahan atas himpitan kemiskinan. Saat itu, sang ibu,
Herawati lebih dahulu membunuh anaknya dengan ditenggelamkan ke
selokan, lalu ia menyayat lengannya
sendiri hingga akhirnya tewas.
sendiri hingga akhirnya tewas.
Langganan:
Postingan (Atom)