"

Jumat, 29 Juni 2012

Pendidikan Nasional Menggadaikan Pola Pikir, Perilaku dan Kepribadan Anak

[Al Islam 604] Berbagai bentuk kecurangan terjadi selama pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Komunitas Air Mata Guru (KAMG) di Sumatera Utara misalnya menunjukkan beberapa bukti kecurangan berupa kunci jawaban yang ditulis atau diketik pada selembar kertas. KAMG juga menemukan siswa di Kota Medan mengumpulkan dana secara kolektif untuk diberikan pada orang yang akan memberikan kunci jawaban mulai dari Rp 10 ribu sampai dengan Rp 75 ribu. Kejadian seperti ini juga ditemukan di Balige. Di tempat ini siswa bahkan dipungut Rp 150 ribu per orang (tribunnews.com, 18/4).

Pada penyelenggaraan UN SMK, SMA, dan madrasah aliah tahun ini, Kemendikbud menerima 585 pengaduan, kebanyakan tentang kecurangan dan kebocoran (mediaindonesia.com,23/4). Semua itu hanya demi nilai akademis, meski dengan cara-cara curang. Sayangnya semua itu terjadi di dunia pendidikan yang “mendidik” generasi negeri ini. Lalu mau jadi seperti apa generasi negeri ini dengan pendidikan seperti itu?

Materi Yang Tak Layak

Sebelum itu, masyarakat dikejutkan oleh terungkapnya mater-materi ajaran terutama di sejumlah Lembar Kerja Siswa (LKS) yang mengandung istilah dan materi yang tidak patut. Seperti, memuat tentang perselingkuhan (istilah isteri simpanan) dan kata-kata vulgar. Kasus itu terungkap di DKI Jakarta.

Sementara itu di sebuah sekolah di Sukabumi juga ditemukan indikasi penyusupan ajaran komunisme di LKS untuk para siswa. Dalam lembar soal, terdapat kalimat yang menyatakan, “Indonesia mengembangkan sendiri ideologi yang dinilai tepat dengan kondisi bangsa Indonesia yang dinamakan komunis”(wartakotaalive.com, 19/4).

Materi lain yang tak kalah riskan dan berbahaya juga acap ditemukan dalam LKS seperti materi gender, pergaulan bebas dan pluralisme. Misalnya, tentang peran ayah dan ibu yang dipertukarkan, ibu (isteri) keluar rumah bekerja mencari nafkah sementara bapak (suami) di rumah mengurus rumah layaknya ibu rumah tangga. Materi pergaulan bebas disisipkan dalam tahap perkembangan sosial seseorang diantaranya adalah masa remaja yang diisi dengan pacaran. Materi tentang kerukunan umat beragama yang mengarah kepada pluralisme juga sering diangkat dalam sejumlah LKS
.
Materi tak patut itu mungkin merupakan fenomena gunung es. Fakta sebenarnya bisa saja terjadi di seantero negeri ini. Padahal materi-materi itu sesungguhnya digunakan untuk membentuk pola pikir anak didik. Hal itu, pada akhirnya akan menentukan corak perilaku dan kepribadian anak bahkan ketika nanti sudah dewasa dan mempengaruhi corak dan perilaku masyarakat negeri ini. Masalah materi tak patut itu bukan masalah remeh, sebaliknya justru sangat penting sebab turut menentukan seperti apa masyakat negeri ini. Jika materi yang digunakan membentuk pola pikir anak didik dan masyarakat itu buruk, yang terbentuk adalah masyarakat yang buruk. Sebaliknya jika baik, hasilnya adalah masyarakat yang baik. Lalu bagaimana jika materi pendidikan anak negeri ini seperti yang terungkap itu?

Lebih ironis, materi ajar itu juga digadaikan pada kongkalingkong nafsu kerakusan bisnis dengan kerakusan materi pihak-pihak tertentu. Keberadaan LKS dan buku ajar tak jarang dalam penentuannya sangat kental dengan motif bisnis antara penerbit dan pihak sekolah. Dari penjualan LKS dan buku ajar itu sekolah dan penerbit meraup keuntungan dari orang tua siswa. Masalah muatan materi hampir tidak pernah dipersoalkan. Pemerintah jelas tahu praktek seperti itu karena memang sudah jadi semacam rahasia umum. Namun lagi-lagi tidak ada tindakan. Anak didik dan orang tua yang jadi korban
.
Pangkal Persoalan

Pangkal dari semua masalah itu adalah dijadikannya sekulerisme dan kapitalisme sebagai dasar bagi sistem di negeri ini termasuk sistem pendidikan. Sekulerisme membuat sistem ditentukan menurut hawa nafsu manusia. Sistem akhirnya sarat kepentingan termasuk kepentingan bisnis. Sekulerisme pula yang membuat pendidikan di negeri ini jauh dari membentuk ketakwaan, akhlak mulia dan kepribadian islami anak.

Tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa dan berakhlak mulia memang disebutkan di dalam UU Sisdiknas. Namun kalimat itu hanya semacam pemanis, sebab rincian sistem dan prakteknya justru jauh dari nilai-nilai keimanan dan ketakwaan. Bagaimana akan mewujudkan peserta didik yang beriman dan bertakwa, sementara pelajaran agama sangat sedikit dan itupun diajarkan sekadar sebagai ilmu yang jauh dari amaliyah praktis. Bagaimana membentuk manusia berkarakter dan berakhlak mulia, sementara ketentuan halal-haram dan masalah akhlak justru tidak mendapat perhatian.

Kapitalisme yang bertumpu pada manfaat materi menjadikan sistem pendidikan lebih menitik beratkan pada materi ajar yang bisa memberikan manfaat materiil termasuk memenuhi keperluan dunia usaha. Pendidikan akhirnya lebih menitik beratkan pada penguasaan sains teknologi dan keterampilan. Prestasi dan keberhasilan pendidikan pun hanya diukur dari nilai-nilai akademis, tanpa memperhatikan bagaimana keimanan, ketakwaan, akhlak, perilaku, kepribadian dan krakter anak didik. Itulah yang dibuktikan selama proses UN. Bukan hanya siswa, namun sampai orang tua bahkan guru dan pihak sekolah melakukan berbagai cara termasuk kecurangan untuk mengejar nilai-nilai akademis.

Wajar saja, jika hasilnya karakter anak didik jauh dari kepribadian Islam dan akhlak mulia. Aksi konvoi ke jalan, corat-coret, hura-hura, dan pesta lumrah dilakukan untuk merayakan kelulusan UN. Bahkan sejumlah siswa melakukan pesta miras dan seks untuk merayakan selesainya ujian nasional seperti yang dilakukan siswa-siswi Siantar, Sumatera Utara (jpnn.com, 20/4)
.
Disamping itu, hasil dari pendidikan yang ada, anak didik dicetak untuk menjadi “robot” atau binatang sirkus, yang terampil mengerjakan sesuatu tapi tidak memiliki kepribadian yang khas, apalagi kepribadian Islam. Akhirnya tak sedikit dari mereka hanya menjadi bagian dari “alat produksi” kapitalis. Disamping itu, karena tidak dibina keimanan dan ketakwaannya, kepintaran yang dimiliki kurang atau bahkan tidak memberi sumbangsih bagi perbaikan masyarakat
.
Solusinya Pendidikan Islam

Tujuan membentuk anak didik yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, memiliki karakter, menguasai sains teknologi dan berbagai keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan hanya bisa diwujudkan melalui sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam memang bertujuan untuk mewujudkan hal itu. Tujuan itu akan diejawantahkan dalam semua rincian sistem pendidikan
.
Sistem pendidikan Islam menjadikan akidah Islamiyah sebagai dasarnya. Karena itu keimanan dan ketakwaan juga akhlak mulia akan menjadi fokus yang ditanamkan pada anak didik. Halal haram akan ditanamkan menjadi standar. Dengan begitu anak didik dan masyarakat nantinya akan selalu mengaitkan peristiwa dalam kehidupan mereka dengan keimanan dan ketakwaannya.

Dengan semua itu, Pendidikan Islam akan melahirkan pribadi muslim yang taat kepada Allah; mengerjakan perintahNya dan meninggalkan laranganNya. Ajaran Islam akan menjadi bukan sekedar hafalan tetapi dipelajari untuk diterapkan, dijadikan standar dan solusi dalam mengatasi seluruh persoalan kehidupan.
Ketika hal itu disandingkan dengan materi sains, teknologi dan keterampilan, maka hasilnya adalah manusia-manusia berkepribadian Islam sekaligus pintar dan terampil. Kepintaran dan keterampilan yang dimiliki itu akan berkontribusi positif bagi perbaikan kondisi dan tarap kehidupan masyarakat.

Untuk mewujudkan semua itu, Islam menetapkan bahwa negara wajib menyediakan pendidikan yang baik dan berkualitas secara gratis untuk seluruh rakyatnya. Daulah Islamiyah wajib menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan. Membangun gedung-gedung sekolah dan kampus, menyiapkan buku-buku pelajaran, laboratorium untuk keperluan pendidikan dan riset, serta memberikan tunjangan penghidupan yang layak baik bagi para pengajar maupun kepada para pelajar. Dengan dukungan sistem Islam lainnya khususnya Sistem Ekonomi Islam maka hal itu akan sangat mudah direalisasikan.

Melengkapi semua itu, Islam juga mewajibkan para orang tua untuk mendidik anak dengan pendidikan Islam. Allah berfirman:

] يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا …[

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka... (QS. at-Tahrim [66]: 6)
.
Ibn Katsir dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib k.w menjelaskan ayat tersebut, yaitu: “didiklah mereka dengan adab dan ajarkan kepada mereka”. Sedangkan Qatadah berkata: “dia menyuruh mereka mentaati Allah, melarang mereka dari bermaksiyat kepada Allah, mengurus mereka sesuai perintah Allah, menyuruh dan membantu mereka atasnya. Dan jika engkau melihat kemaksiyatan kepada Allah maka engkau cegah dan larang mereka darinya”.

Dengan sistem pendikan Islam itu akan lahir generasi yang beriman, bertakwa dan berkeribadian Islam sekaligus menguasai sains dan teknologi, pintar dan terampil. Generasi yang akan senantiasa memperhatikan kondisi umat, terus menerus berusaha memperbaiki umat dan mewujukan kebaikan dan perbaikan di tengah umat dalam segala aspek kehidupan.

Wahai kaum muslimin!

Semua itu hanya bisa terwujud dengan penerapan syariah Islam secara total dan menyeluruh. Tentu hal itu hanya bisa dalam naungan sistem al-Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah yang diperintahkan oleh Allah dan diberitakan oleh Rasulullah saw akan tegak kembali. Namun yang penting kita harus melibatkan diri secara aktif dalam perjuangan untuk mewujudkannya sebagai bukti keimanan kita dan bekal kita menghadap Allah di Hari Akhir nanti. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []

Komentar
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat hingga 2012 ada 173 kepala daerah yang tersangkut berbagai kasus korupsi. Para kepala daerah itu tersangkut dengan berbagai status yang melekat pada mereka, mulai dari saksi, tersangka, terdakwa, hingga terpidana. (republika.co.id, 23/4)
  1. Sebab mendasarnya adalah sistem demokrasi yang sarat biaya. Total pendapatan resmi kepala daerah selama menjabat tidak menutupi biaya pencalonan yang dikeluarkan. Belum lagi membalas budi kepada cukong yang memodali.
  2. Selama sistem demokrasi masih diadopsi, masalah itu akan terus ada, apalagi upaya pemberantasan korupi tidak sungguh-sungguh dan terkesan tebang pillih.
  3. Yang diperlukan untuk mengatasi semua itu adalah penerapan Syariah Islam secara total dan menyeluruh dalam bingkai al-Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini