"

Jumat, 29 Juni 2012

Menaikkan Harga BBM = Bohong, Khianat, dan Zalim

[Al Islam 599] Dalam satu pekan ini marak terjadi penolakan terhadap rencana kenaikan harga BBM. Penolakan itu diekspresikan dalam berbagai bentuk, baik demonstrasi, aksi, tulisan, audiensi ke DPR, DPRD dan berbagai instansi/lembaga, seminar, diskusi, tabligh akbar, melalui survei, berbagai obrolan termasuk di warung dan bentuk-bentuk ekspresi lainnya. Namun semua itu agaknya tidak akan digubris. Pemerintah tetap tak bergeming dan akan tetap menaikkan harga BBM. Pemerintah paham betul dengan pepatah, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Keberatan dan penolakan berbagai elemen masyarakat dipandang ibarat gonggongan anjing. Rencana menaikkan harga BBM pun tetap berjalan. Berbagai alasan dan dalih pun dikemukakan untuk membenarkan rencana itu.

Kebijakan menaikkan harga BBM itu yang jelas akan mengancam hidup jutaan orang dari rakyat terutama rakyat miskin. Ironisnya, itu datang dari kebijakan pemerintah yang seharusnya memelihara urusan mereka dan melindungi mereka.

“Bohong”

Penguasa negeri ini ngotot menaikkan harga BBM. Kata pemerintah, “BBM harus naik!”. Berbagai dalih diungkapkan. Di antaranya, jika harga BBM tidak dinaikkan, beban Pemerintah bertambah, subsidi BBM akan membengkak, dan APBN akan jebol karena bertambahnya subsidi BBM itu. Benarkah??

Selama ini digembar-gemborkan, harga minyak dunia naik, subsidi BBM akan membengkak. Pada Februari 2012 harga minyak mentah dunia sudah 120 dolar AS perbarel. Sedangkan, asumsi dalam APBN hanya 90 dolar AS perbarel. Ada selisih USD 30 perbarel. Penyediaan BBM bersubsidi menggunakan patokan harga minyak dunia itu. Maka Pemerintah harus nomboki selisihnya itu. Karenanya, subsidi BBM yang harus ditanggung pemerintah jadi membengkak dan APBN bisa bobol karenanya.

Di sisi lain, Pemerintah tidak mengungkapkan berapa penerimaan Pemerintah dari BBM setelah kenaikan harga minyak mentah dunia itu. Logikanya, jika harga minyak naik, maka penerimaan pemerintah dari migas juga naik. Bahkan penerimaan dari batubara juga ikut naik, sebab biasanya jika harga minyak naik harga batubara juga ikut naik.

Penerimaan migas pemerintah sebenarnya cukup besar. Gambarannya, di APBN 2012 tercantum pendapatan minyak bumi sebesar Rp 113,68 triliun, pendapatan gas alam Rp 45,79 triliun, pendapatan minyak mentah (DMO - Domestic Market Obligation) Rp 10,72 triliun dan PPh migas sebesar Rp 60,9 triliun. Totalnya mencapai Rp 231,09 triliun. Jika harga minyak naik, maka jumlah pemasukan dari migas itu dipastikan juga naik. Gambarannya, dalam RAPBN-P 2012 pemasukan dari migas itu mencapai Rp 270 triliun. Artinya ada kenaikan pemasukan migas sekitar Rp 40 triliun. Semua angka ini menurut pemeritah sendiri.

Yang dibesar-besarkan, kalau harga minyak naik, beban subsidi membengkak. Berapa? Menurut pemerintah dengan asumsi yang dipakai di APBN-P, kalau harga BBM tidak dinaikkan, subsidi BBM akan membengkak dari Rp 123 triliun menjadi 170 triliun. Artinya naik Rp 46 triliun. Jika dari hitungan berdasarkan angka pemerintah sendiri didapat kenaikan pemasukan Rp 40 triliun, artinya hanya kurang sekitar 6 triliun. Kekurangan sebesar itu bisa dengan mudah ditutup. Misalnya dari anggaran kunjungan di APBN 2012 yang nilainya sekitar 21 triliun. Sementara, anggaran tersebut selama ini lebih kental hanya untuk plesiran yang tidak efektif. Anggaran “plesiran” itu bisa dengan mudah dipangkas untuk menutupi kekurangan subsidi tersebut.

Jadi menurut asumsi pemerintah itu memang jika harga minyak naik, jumlah subsidi BBM bertambah. Dan ini yang dibesar-besarkan sampai dikatakan APBN bisa jebol. Padahal pemasukan migas juga naik dan kenaikannya ternyata bisa menutupi kenaikan subsidi itu. Tapi yang ini tidak disampaikan secara terbuka kepada rakyat. Lalu itu apa artinya? Ada ketidakjujuran -kalau kebohongan dianggap teralu kasar-! Bahkan cenderung penipuan!

Padahal kebohongan dan penipuan semacam ini akan menjauhkan pelakunya dari surga. Tegas sekali Rasulullah saw. bersabda:

« مَا مِنْ وَالٍ يَلِى رَعِيَّةً مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَيَمُوتُ وَهْوَ غَاشٌّ لَهُمْ، إِلاَّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ »

Tidaklah seorang penguasa yang mengurusi urusan rakyat dari kalangan kaum Muslim, lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan bagi dirinya surga.” (HR al-Bukhari)


Zalim 

Kenaikan harga BBM juga menunjukkan kezaliman sedang berlangsung. Minyak merupakan kurnia Allah SWT bagi seluruh rakyat; hak rakyat. Namun, minyak yang merupakan hak rakyat itu justru diserahkan kepada pihak asing. Inilah kezaliman. Menurut data dari Dirjen Migas (2009), Pertamina sebagai perusahaan Pemerintah hanya menguasai 16% produksi minyak. Sisanya dikuasai oleh asing. Ini merupakan sarana makin kokohnya cengkeraman penjajahan asing di negeri ini. Hal itu adalah haram. Allah SWT berfirman:

وَلَن يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

Sekali-kali Allah tidak akan pernah menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin (QS an-Nisa` [4]: 141)

Kenaikan harga BBM akan merugikan para penggunanya yang mayoritasnya adalah rakyat miskin. Hasil survey ekonomi nasional (SUSENAS 2010) menunjukkan bahwa pengguna BBM 65% adalah rakyat kelas bawah dan miskin, 27% menengah, 6% menengah ke atas, dan hanya 2% orang kaya. Ini menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM akan makin memberatkan, menyusahkan dan menyengsarakan rakyat kecil.
Siapa pun para pelaku kezaliman sudah selayaknya mengingat sabda Rasulullah saw.

« وَمَنْ يُشَاقِقْ يَشْقُقْ اللَّهُ عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »

Barangsiapa menyusahkan/memberatkan (orang lain), niscaya Allah memberatkan/ menyusahkannya urusannya kelak di hari kiamat” (HR. al-Bukhari)

Bahkan Rasulullah saw. secara khusus mendoakan mereka:


« اللَّهُمَّ مَن ْوَلِيَ مِنْ أَمْرِأُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِن أَمْرِأُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِم ْفَارْفُقْ بِهِ »

Ya Allah, barang siapa memiliki hak mengatur suatu urusan umatku, lalu ia memberatkan/menyusahkan mereka, maka beratkan/susahkan dia; dan barang siapa memiliki hak mengatur suatu urusan umatku, lalu ia memperlakukan mereka dengan baik, maka perlakukanlah dia dengan baik. (HR Ahmad dan Muslim)


Khianat. 

Pemeritah itu dipilh oleh rakyat. Rakyatlah yang menjadi tuannya dan pemeritah yang melayani rakyat. Semestinya aspirasi rakyat diperhatikan oleh pemerintah. Justru di sini ada fakta aneh. Hasil survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survey Indonesia (LSI, 11/3/2012) menunjukkan bahwa 89,20 persen masyarakat desa menolak kenaikan BBM. Adapun masyarakat kota yang menolak kenaikan BBM sebesar 77,91 persen. Rata-rata rakyat yang menolak kenaikan BBM adalah 86%. Atinya, mayoritas rakyat menolak kenaikan harga BBM. Penolakan itupun diungkapkan melalui berbagai bentuk ekspresi penolakan hampir di seluruh daerah di negeri ini. Kalau benar pemeritah memperhatikan rakyat dan mengabdi demi kepentingan rakyat, lalu kenapa justru aspirasi penolakan rakyat itu tak digubris oleh pemerintah dan dianggap seolah gonggongan anjing dan kafilah tetap berlalu? Jawabannya jelas, karena mereka lebih mengabdi kepada kepentingan asing penjajah.

Tidak mengherankan pihak yang secara tegas mendukung kenaikan harga BBM adalah lembaga asing dan pihak yang menjadi komprador asing. Sekadar contoh, rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi sebesar Rp 1.500 segera saja didukung oleh lembaga pemeringkat asing Fitch Ratings (10/3/2012). Alasannya, kebijakan ini bakal positif terhadap peringkat utang luar negeri Pemerintah. Jelas sekali, penguasa lebih memihak kehendak asing daripada aspirasi mayoritas rakyatnya sendiri. Tindakan demikian merupakan tindak pengkhianatan terhadap rakyat.

Dengan semua tiu, mereka sama saja telah mengkhianati amanah memelihara dan mengurus urusan rakyat. Dan semua itu terjadi karena lebih memilih sistem kapitalisme liberal yang mengharuskan liberalisasi migas yang menjadi biang kerok masalah ini. Hal itu juga bisa dinilai sebagai pengkhianatan kepada Allah dan Rasul-Nya saw.

Wahai Kaum Muslimin

Dalam kondisi demikian, kaum Muslimin tidak boleh diam, apalagi menjadi pendukung. Rasulullah saw. sangat tegas melarang hal itu. Beliau bersabda:


« إِنَّهَا سَتَكُونُ أُمَرَاءُ يَكْذِبُونَ وَيَظْلِمُونَ فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنَّا وَلَسْتُ مِنْهُمْ وَلاَ يَرِدُ عَلَىَّ الْحَوْضَ وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَهُوَ مِنِّى وَأَنَا مِنْهُ وَسَيَرِدُ عَلَىَّ الْحَوْضَ »

Sungguh akan ada para pemimpin yang berbohong dan berbuat zalim, maka siapa saja yang membenarkan kebohongan mereka dan menolong mereka dalam kezaliman mereka maka dia bukan golongan kita dan aku bukan golongan mereka dan dia tidak akan masuk telaga al-hawdh bersamaku. Sebaiknya siapa saja yang tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak menolong mereka dalam kezaliman mereka maka ia bagian dariku dan aku bagian darinya dan ia akan masuk telaga bersamaku (HR Ahmad)

Ketidakjujuran (kebohongan), kezaliman dan pengkhianatan harus segera dihentikan. Liberalisasi migas yang jadi biang keroknya harus diakhiri. Sistem kapitalisme yang menjadi pangkalnya harus segera dicampakkan. Migas dan kekayaan alam harus dikelola sesuai tuntutan syariah untuk kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh rakyat, muslim dan non muslim. Jalannya hanya satu, menerapkan syariah Islam secara utuh dalam bingkai sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwah. Untuk itu perjuangan harus dilipat gandakan. Itulah bukti keimanan kita di hadapan Allah kelak di hari kiamat. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []

Komentar
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku kalau kebijakannya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) membuat dia dan keluarga diancam (inilah.com, 18/3).
1.      Entah itu benar atau tidak, entah siapa yang mengancam dan setingkat apa ancaman itu. Tapi yang jelas kebijakan menaikkan harga BBM itu akan mengancam hidup jutaan orang terutama rakyat miskin.
2.      Tolak kenaikan harga BBM! Tolak liberalisasi migas! Selamatkan rakyat dengan menerapkan Syariah Islam dalam bingkai sistem Khilafah rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini